Laporan Wartawan Tribun Batam, Eko Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Selama 16 tahun tinggal di lingkungan kantor Kepolisian Polresta Barelang, tidak membuat pasangan Zubaidah (57) dan Kusoin (60) menjadi sombong ataupun angkuh.
Ia menjadi saksi sejarah, bagaimana pembangunan kantor Mapolresta Barelang hingga saat ini.
Menurutnya, dulu hanya ada beberapa bangunan saja yang berdiri di Polresta Barelang dan terbuat dari kayu dan hingga berubah menjadi beton permanen.
Dulu pekarangan rumahnya banyak pepohonan rindang yang membuat sejuk tempat tersebut dan untuk menuju kesana hanya ada jalan satu jalan, yaitu jalan setapak.
Namun semua itu berubah, beberapa pohon terpaksa dipangkas satu-persatu karena keperluan pembangunan perkantoran.
Tidak heran, selama 16 tahun ini, lokasi yang dulunya adalah hutan belantara sekarang menjadi perkantoran yang indah dan dipenuhi oleh polisi.
Awal mula pasangan ini tinggal disana dibawa oleh bos suaminya untuk menjaga gudang minyak yang saat ini berubah fungsi menjadi Gudang Barang Bukti (BB).
Setelah itu, satu persatu pembangunan disana mulai dilakukan sampai ia bekerja sebagai tukang bersih-bersih dibarak Mapolresta Barelang.
"Ini dulu bukan kantor polisi. Gudang ini tempat penyimpanan minyak. karena bangkrut jadi gak berfungsi lagi. Gudang ini baru dijadikan gudang barang bukti beberapa tahun belakangan, setelah pembangunan kantor polres ini," sebutnya.
Disamping gudang itulah pasangan ini dengan seorang anaknya hidup selama belasan tahun.
Tidak banyak perubahan dengan gudang itu.
Kusoin sang suami hanya perlu melakukan perbaikan agar rumah itu layak untuk ditempati.
Karena gudang itu terletak dipinggir sungai kecil, Kusoin harus menopang dengan kayu seperti layaknya pelantar.
Beberapa lantai kayu rumah Kusoin terlihat lapuk, namun tetap bersih. Kayu-kayu tak beraturan itu dipasang sebagai lantai dan dinding, walaupun tidak beraturan, namun cukup kuat untuk dijadikan pijakan.
Walau banyak perubahan disekitar lingkungan tempat tinggalnya, namun nasib pasangan renta ini tidak pernah berubah, mereka masih tinggal disamping Gudang Barang Bukti.
"Bude kan orangnya suka bersih-bersih. Makanya rumah kita bersih, walaupun jelek yang penting bersih," sebut Zubaidah sambil tersenyum.
Tahun berganti tahun, pucuk pimpinan di Mapolresta Barelang terus berganti.
Selama mereka tinggal disana, mereka tidak pernah tahu siapa nama pucuk pimpinan yang menjabat.
Padahal, sudah beberapa kali pertukaran pimpinan di Polresta Barelang dilakukan untuk keperluan organisasi.
"Kita ini orang rendahan, gak mungkin kenal sama mereka yang orang besar. Bude malu tau," sebutnya polos.
"Bude gak pernah tahu siapa nama pimpinan disini. Siapa kepalanya, memang sudah banyak pertukaran disini. Bude dan pakde gak pernah urus. Karena segan, kami sadar kami hanya orang biasa saja," sebutnya.
Perantau asal Jawa Barat ini juga baru tahu dari Tribun Batam kalau Kapolres sebelumnya yakni Kombes Pol Asep Safrudin berasal dari Jawa Barat.
Orang jauh terasa dekat, orang dekat terasa jauh setidaknya itulah perkataan yang tepat untuk digambarkan kepada kedua pasangan renta ini.
"Oh jadi pernah ada orang sunda teh yang jadi pak kapolres disini, itu berarti orang kampung saya," tanyanya dengan polos saat ditemui Tribun di kediamannya, Kamis (11/8/2016) siang.
Karena kesibukanya membanting tulang, mereka tidak tau apapun yang terjadi dilingkunganya, tidak mengerti apa artinya pangkat dan jabatan bahkan kedua pasangan ini mengaku buta huruf.
Bahkan untuk membuat merk laundry di rumahnya, ia meminta salah seorang Anggota Sabara menuliskanya.
"Bude gak bisa tulis, sekolah aja sampai kelas dua SD. Ini yang nulis anak sabara karena dia yang nyucikan bajunya bude. Bude diupah Rp 150 ribu setiap bulan. Dia bikin mereknya Londri Kembali lagi, tapi cuma tiga orang saja yang nyuci baju disini," sebutnya.
Semenjak sang anak tamat sekolah, anak lelaki satu-satunya itu tidak mau lagi tinggal bersama orangtuanya dirumah.
"Anak bude gak mau tinggal disini, katanya mau mandiri. Biar kost aja sama teman-temanya. Lagian disini kan tidak bebas," sebutnya.
Untuk mencukupi keperluan hidup, Zubaidah membantu mencuci pakaian tiga orang anggota sabara yang tinggal di barak.
Ia diupah Rp 150 ribu perbulan.
Sementar Kusoin sang suami bekerja sebagai pembersih barak dia digaji Rp 1,2 juta barak besar dan Rp 600 ribu barak kecil.
Untuk menambah penghasilan, Kusoin nyambi meleles barang bekas seperti kardus, gelas dan botol air mineral.
"itu yang nyuruh dulu Pak Haji Limin. Dia polisi yang tinggal di Rumah Dinas. Sekarang bapak itu di Tanjungpinang kalau tak salah. Dia baik sekali, hanya dia polisi yang sering perhatikan kami sampai sekarang, kalau pulang memberishkan barak, biasanya pakde cari barang bekas," sebutnya.
Selama tinggal di samping gudang barang bukti, banyak hal yang mereka alami.
Menurutnya, banyak orang tengah malam mengambil barang bukti di gudang.
Saat ditegur, dia malah memelototi mereka.
"Dulu pernah malam-malam, ada bunyi berisik. Lalu bude sama pakde keluar melihat apa yang terjadi. Lalu bude senter-senter. Ternyata ada yang dekatin bude dan balik nanya mengapa disenter. Dia bilang kalau sudah ada izin atasanya. Bude malah disuruh diam, katanya mau dikasih uang, tapi gak pernah juga dikasih sampai sekarang. Sudah sering bude lihat kejadian seperti itu," sebutnya.
Memang, kejujuran pasangan ini membuat hidup mereka terus sederhana.
Seharusnya, dengan hidup dilingkungan Polresta Barelang, mereka tidak perlu susah-susah lagi mencari fasilitas.
Namun dia berfikir, dari pada menggunakan fasilitas barang bukti lebih baik mereka mencicil sepeda motor butut.
"Banyak yang bilang anggota disini, tinggal ambil aja satu sepeda motor yang gak dipakai. Tapi kami gak mau, biar aja kami cicil sepeda motor butut. Alhamdulilah, dua tahun cicilan selesai," sebutnya.
Sudah bertahun-tahun ia tidak pulang kampung ke Jawa Barat. Tubuh Zubaidah yang mulai tua dan sakit-sakitan tidak mampu lagi berdiri terlalu lama.
Gaji suaminya perbulan banyak dihabiskan untuk membeli obat.
Namun ia sadar, sang suami sangat cinta kepada dirinya. Maka dari itu, ia tidak pernah membantah kata sang suami hingga saat ini.
"Pakde cinta mati sama bude. Karena bude selalu hormati dia," candanya sambil memegang tangan sang suami.
Ia sempat berucap, jika pemberitaanya ini sampai ke Presiden Joko Widodo, ia hendak meminta pinjaman uang dengan Presiden.
Uang itu nanti akan ia pergunakan untuk membangun Saung (pondok) dikampung halamanya.
"Ini sampai ke pak Jokowi kan?. Saya mau pinjam uang sama pak Jokowi Rp 50 juta, tapi gak pakai bunga, Buat usaha laundri dan bikin saung di kampung. Kita sudah tua, sakit-sakitan. Gak mungkin disini terus. Kami mau pulang kampung," sebutnya dengan suara serak sambil terharu dan meneteskan air mata.
Memang suatu pemandangan yang sangat tidak seimbang.
Di tengah perkantoran polisi, hidup dua orang renta yang hanya menumpang disamping gudang barang bukti.
Padahal, pembangunan disekitar lingkungan tersebut telihat megah.
Namun itulah kesederhanaan dan faktor kurangnya pendidikan.
Kedua pasangan renta ini menikmati kesederhanan hingga di usia senjanya. (Koe)