TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Kepolisian Resort Kota Denpasar menyatakan tidak ada perbedaan penanganan kasus antara WNA (Warga Negara Asing) dan Warga Negara Indonesia (WNI).
Hal ini ditegaskannya terkait penanganan kasus David James Taylor dan Sara Connor, tersangka dalam kasus pembunuhan Aipda Wayan Sudarsa.
"Dalam penanganan kasus ini, tidak ada pembedaan atau diskriminasi. Kami melakukan penyidikan, secara proporsional dan profesional. Dan warga asing, memang harus mematuhi hukum Indonesia," kata Kasat Reskrim Kompol Reinhard Nainggolan, Jumat (26/8/2016).
Pernyataan ini, menyusul seakan-akan ada keistimewaan oleh pihak kepolisian terkait penanganan kasus tersebut. Hanya saja, memang, hak-haknya sebagai WNA harus dijaga.
Seperti halnya didampingi penerjemah, penasihat hukum, dan disampaikan ke perwakilan negaranya (konsulat).
"Intinya tidak ada perbedaan dan diskriminasi. Untuk selanjutnya, kami menyiapkan berkas perkara dan rekonstruksi. Dan adegan-adegan akan dilakukan. Akan dilakukan pemeriksaan lanjutan dan konfrontasi," tandasnya.
Sara Connor bersama pacarnya David James Taylor adalah tersangka kasus pembunuhan Aipda I Wayan Sudarsa.
Menurut Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Hadi Purnomo, kasus pembunuhan itu terjadi ketika dua tersangka, David James Taylor dan Sara Connor sekira pukul 21.00 Wita membeli bir dan duduk-duduk di Pantai Kuta. Mereka berdua berpacaran.
Kemudian keduanya menuju pinggir pantai, tas Sara dan birnya ditaruh di belakang. Setelah itu tas Sara hilang.
"Sara panik, karena di situ ada ATM, SIM dan dompet serta uang. Karena panik, dia meminta tolong orang yang ada di situ (korban)," kata Hadi, Selasa (22/8/2016).
Kebetulan, saat itu, ada Aipda Wayan Sudarsa. Korban berada di tangga yang hendak masuk pantai. Saat itu Aipda Wayan Sudarsa berpakaian lengkap menggunakan seragam Polri.
Sara kemudian menanyakan, apakah korban melihat tasnya yang hilang. Kemudian korban menjawab tidak tahu.
"Tersangka Sara tidak percaya dan tetap ngeyel. 'Bapak Harus Tahu' kata Sara," ujar Hadi menirukan perkataan Sara dalam penyidikan di Satreskrim Polresta Denpasar.
Mendengar hal itu, David pun menghampiri Sara dan menggeledah saku Aipda Wayan Sudarsa.
Ketika itu David menyebut Aipda Wayan Sudarsa sebagai polisi gadungan. Karena disebut polisi gadungan dan sakunya digeledah, Aipda Sudarsa pun marah dan mendorong David.
"David ditindih, dan Sara menolong. Saat itulah, tangan dan pahanya Sara digigit oleh korban. Korban melakukan perlawanan pada waktu itu," ungkapnya.
Pergulatan terjadi antara David dan korban, Sara pun pergi dan konsentrasi untuk mencari tasnya. Melihat ada handphone di TKP, David kemudian memukulkan HP itu ke Aipda Sudarsa.
David terus berkata bahwa Aipda Wayan Sudarsa adalah polisi gadungan, sampai pada akhirnya korban lelah dan menjawab "di sana".
"Setelah itu David melepas korban yang posisinya sudah ditindih, setelah sebelumnya korban menindih David. Sampai terjadi pergulatan lagi, hingga ada botol di sebelah kiri dan dipegang tangan kanannya dipukulkan hingga pecah ke kepala korban oleh David," jelasnya.
Tak sampai di situ, David pun memukul botol bir pecah itu ke tubuh korban hingga korban mengalami luka di kepala sebanyak 19 luka. Dan jumlah seluruhnya 42 titik luka.
"Singkat cerita memang David mengatakan korban hanya pingsan. Dan tetap mencari tas hingga pulang ke home staynya lagi," tandasnya.