TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Raut mendung terlihat di muka pasangan Makmur Hasugian (66) dan istrinya, Arista boru Purba.
Mereka adalah orangtua dari pelaku penyerangan di Gereja Katolik Santo Yosep Medan.
Kamis siang (1/9/2016), keduanya mendatangi kantor DPC Peradi Medan di Jalan Sei Rokan.
Agendanya meminta Pusat Bantuan Hukum (Pusbakum) Peradi Medan menjadi kuasa hukum anaknya dan menggelar konferensi pers.
Setelah Ketua Pusbakum Rizal Sihombing menyampaikan kata pengantar, Makmur kemudian diminta berbicara.
Belum sempat satu kata keluar dari bibirnya, kakek dua cucu itu sudah sesenggukan menangis.
Dia berkali-kali menyeka air matanya dengan handuk kecil. Istrinya yang duduk di sampingnya langsung tertunduk.
Dengan terbata-bata, Makmur meminta maaf kepada masyarakat, khususnya umat Katolik.
"Kami orangtua dari IAH mengucapkan terima kasih atas kesempatan ini, kepada rekan-rekan pers yang menetralisir keadaan. Kami dari keluarga tidak tahu masalah ini, kenapa sempat terjadi, kami tidak ada niat supaya ada kegoncangan antarumat beragama," kata Makmur sambil menghapus air matanya.
Dia mengatakan, sebagian dari keluarganya juga ada yang beragama Kristen.
Istrinya, anak tertua dari sembilan bersaudara, satu-satunya beragama Islam. Mereka hidup berdampingan dan tidak pernah ada gesekan.
Ia kembali meminta maaf kepada seluruh umat kristiani di Kota Medan, khususnya umat Katolik.
Dia mengakui peristiwa yang dilakukan anaknya akibat kurangnya pengawasan dari dirinya sebagai orangtua.
"Ini kesalahan kami keluarga yang tidak mampu mengawasi anak yang masih labil, IAH itu masih 17 tahun. Kami meminta maaf, mudah-mudahan peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi. Semoga Kepastoran Uskup Agung dapat memaafkan kejadian itu. Kami keluarga sekali lagi meminta maaf," ucapnya terbata-bata.