TRIBUNNEWS.COM, BOJONEGORO - WSN (15), gadis asal Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro jadi korban pemerkosaan pria bejat.
WSN diperkosa oleh Max Putu Fisit Dafir Do (21) alias Edo warga Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem di area persawahan sepi lalu lalang orang, Minggu (11/9/2016) sekitar pukul 24.00.
Pemerkosaan itu terjadi tatkala usai melihat pentas seni reog di Desa Sengdangharjo bersama tiga teman laki-lakinya, WSN akan pulang.
Namun, ketiga temannya itu tak membawa kendaraan untuk mengantarkannya. Edo lalu menawarkan diri mengantarkan WSN. WSN pun menerima penawaran itu.
Bukannya langsung mengantarkan ke rumahnya, Edo malah membawa WSN berputar-putar di persawahan yang sepi dan gelap.
Setelah mendapatkan lokasi yang dirasa aman, Edo yang dalam keadaan mabuk karena usai pesta miras mencoba memaksa WSN melayaninya. Namun, WSN menolak.
WSN teriak minta tolong kepada orang lain. Sayangnya, di lokasi sepi itu, tak ada orang yang lewat. Edo lalu mengancam WSN. Di sela itu, dia lalu memperkosanya.
Setelah puas dengan perbuatannya itu, Edo tak mengantarkan WSN pulang ke rumahnya, tapi diajaknya lagi di tempat hiburan reog.
“Korban tak berdaya karena diancam oleh pelaku,” ujar AKBP Wahyu Sri Bintoro, Kapolres Bojonegoro kepada Surya (TRIBUNnews.com Network), Selasa (13/9/2016).
Kata Wahyu, WSN ditolong oleh dua temannya yang sebelumnya nonton reog bersama. Kepada kedua temannya itu, WSN menceritakan pemerkosaan oleh Edo.
Berkat saran dari kedua temannya, WSN melaporkan ke Polsek Ngasem.
"Anggota kami langsung mencari pelaku dan diperiksa, setelah itu dibawa ke Mapolres," sambung Wahyu kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
“Penyidik sudah memeriksa tersangka dan juga meminta keterangan saksi,” katanya kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi Pusat Pelayanan Perempuan dan Anak (P3A) Bojonegoro, Ummi Hanik akan mendampingi WSN selaku korban pemerkosaan.
Ummu akan bertemu dengan korban untuk mencari tahu latar belakang peristiwa tersebut. Selanjutnya, Ummu akan mendampingi hingga proses hukum di pengadilan.
Ummu menekankan, bertambahnya korban pemerkosaan di wilayah Bojonegoro tak luput dari kurangnya peran orang tua mengawasi pergaulan anak-anaknya.
Setidaknya, orang tua bisa melakukan pemantauan, minimal dengan cara berkomunikasi secara intensif.
"Hasil kunjungan kami kepada para korban, sebagian besar korban pemerkosaan adalah kurangnya perhatian orang tua."
"Memang banyak orang tua anak-anak yang menjadi korban (pemerkosaan) bekerja di luar (di luar Bojonegoro). Anak-anak itu diikutkan neneknya."
"Harusnya orang tua tidak boleh melepaskan anak-anaknya begitu saja. Minimal sering-sering komunikasi seabagai bentuk perhatian dan pengawasan," ujarnya.