"Jadi, bagi siapapun yang membayar uang mahar dan ingin uangnya digandakan harus mau tinggal di Padepokan. Tinggal di padepokan ini dilakukan saat menjelang pencairan saja. Kayak saya tahun ini kan mau cair, makanya saya tinggal di Padepokan," ungkapnya.
Ia mengaku, sudah banyak meninggalkan semua aktivitas dan keluarganya yang ada di Gorontalo.
Ia meninggalkan bisnisnya yang sudah berjalan di Gorontalo demi mewujudkan proses penggandaan uang mahar yang sudah diberikannya ke Padepokan Dimas Kanjeng.
"Siapa yang tidak tergiur, uang dari nilai kecil bisa menjadi nilai besar tanpa harus lelah bekerja. Saya dulu mendengar info ini dari saudara saya di Malang, dan saya tertarik mencobanya," ungkapnya kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Berbeda dengan Lukman, Hadi, pria asal Lampung ini juga mengalami hal yang sama.
Ia mengaku sudah mengirimkan mahar ke Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi ini.
"Kalau saya sih uang maharnya Rp 5 juta dan dijanjikan akan digandakan menjadi Rp 50 juta tapi menunggu lima tahun. Tahun ini saya waktunya mendapatkan uang itu aslinya," kata pria yang sudah tinggal di padepokan selama lima bulan ini.
Dia mengaku kecewa mendengar bahwa Dimas Kanjeng ditangkap polisi.
Harapan uangnya digandakan itu pun sirna.
Ia mengaku sudah menghapus semua iming-iming yang dijanjikan Dimas Kanjeng saat itu.
"Kalau sekarang saya hanya ingin uang mahar saya kembali. Saya tidak mau berharap aneh-aneh sekarang," tandasnya kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Informasi yang dihimpun, sistem penggandaan uang di padepokan ini adalah orang datang ke padepokan membawa uang mahar.
Setelah itu, Dimas Kanjeng akan menjanjikan jangka waktu untuk menggandakan waktu.
Minimal tiga tahun dan maksimal lima tahun.