Laporan Wartawan Surya, Anas Miftakhudin
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Mantan pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Abdul Gani, tewas mengenaskan.
Terkuak perencana dan eksekutor korban Abdul Gani adalah pecatan dan pensiunan TNI berpangkat perwira menengah.
Ada juga oknum TNI berpangkat bintara terlibat membuang mayat korban di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jateng. Warga setempat menemukannya mengambang di bawah jembatan.
Terungkapnya keterlibatan mereka setelah penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim menggelar rilis sebelum pelimpahan tahap dua terhadap empat tersangka ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kamis (29/9/2016).
Mereka adalah Wahyu Wijaya (50) asal Surabaya, Jawa Timur; Wahyudi (60) asal Salatiga, Jawa Tengah; Ahmad Suryono (54) asal Jombang, Jawa Timur, dan Kurniadi ( 50) asal Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes RP Argo Yuwono didampingi Kasubdit Jatanras AKBP Taufik Herdiansyah menerangkan, korban Abdul Gani adalah Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo.
Perencana dan eksekutor menggelar rapat selama dia hari pada 11 April dan 12 April 2016, untuk menghabisi Abdul Gani warga Jalan Patimura RT 01/RW 06 Desa Semampir, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo.
Pada 11 April, tersangka Wahyu dipanggil tersangka Wahyudi untuk menemuinya di lapangan parkir Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi bersama Muryad (buron).
Setelah bertemu, Wahyudi yang pensiunan TNI berpangkat pamen menyampaikan perintah dari Dimas Kanjeng untuk menghabisi korban Abdul Gani.
"Alasannya, Abdul Gani selaku ketua yayasan padepokan banyak menyelewengkan uang. Korban juga dianggap tidak sejalan dengan program padepokan dan dianggap menghambat pencairan uang usaha padepokan," tutur Taufik.
Dari pembicaraan tersebut akhirnya mereka sepakat untuk menghabisi Abdul Gani.
Eksekutor ditunjuk Wahyu, pecatan TNI berpangkat terakhir pamen. Wahyu saat itu menanyakan kepada Wahyudi siapa saja yang dilibatkan.
"Wahyu Wijaya akhirnya disuruh menunggu dan mengatur rencana di padepokan," terang dia.
Rapat berikutnya digelar pada 12 April sekitar pukul 19.00 WIB. Tersangka Wahyu menunggu orang-orang yang diberi tugas mengeksekusi korban.
Tak lama kemudian datang Kurniadi dan Boiran (kini buron). Wahyu membagi tugas: Kurniadi berperan memukul dari belakang, Boiran berperan menjerat leher, dan Wahyu melakban leher sampai mulut korban Abdul Gani.
"Ini dilakukan setelah ada informasi dari tersangka Wahyudi jika esok hari atau tanggal 13 April korban datang ke padepokan untuk meminjam uang," jelas Taufik. Bertepatan tanggal 13 April, tim yang disiapkan sudah siaga sejak pagi.
Sekitar pukul 08.00 WIB korban Abdul Gani datang ke padepokan dan ditemui tersangka Wahyu. Keduanya terlibat pembicaraan sekitar 5 menit di ruang tamu tim pelindung.
"Dalam pembicaraan itu disampaikan, uangnya Rp 130 juta ada di kamar," kata dia.
Tersangka Wahyu lantas mengajak Abdul Gani ke ruang tim pelindung. Di sana sudah disiapkan alat untuk membunuh korban di antaranya besi, batu, lakban, tali. Semuanya ditaruh di atas lemari.
Begitu uang Rp 130 juta diserahkan Wahyu ke tangan Abdul Gani, Kusnadi langsung memukul tengkuk korban menggunakan pipa besi hingga tersungkur.
Dalam kondisi terpojok Kurniadi menindih tubuh korban.
Bersamaan dengan itu tersangka Boiran menjerat leher korban, caranya memasukkan kolong tali parasit kemudian menarik ke atas dari arah depan sampai korban benar-benar tak bergerak.
Tidak itu saja, Boiran juga memasukkan tas kresek warna biru ke kepala korban diteruskan tersangka Wahyu melakban dari leher sampai hidung korban.
"Korban ditelanjangi kemudian dimasukkan ke boks plastik ukuran 90 sentimeter x 70 sentimeter," Taufik menjelaskan.
Setelah itu, mayat korban yang sudah dimasukkan ke dalam kotak dipindahkan ke mobil yang sudah disiapkan tersangka Wahyudi.
Penemuan mayat Abdul Gami yang semula tak beridentitas ini lalu ditangani kepolisian Wonogiri.
Tak lama berselang, di wilayah Solo ditemukan mobil Toyota Avanza putih nomor poliai N 1216 NQ. Setelah mobil dilacak ternyata milik Abdul Gani.
Hasil penemuan mobil dan MR X ini, kepolisian Wonogiri berkoordinasi dengan Polda Jatim. Pihak keluarga yang dihubungi membenarkan mayat dan mobil adalah Abdul Gani.
"Dari situ akhirnya terbongkar jika pelakunya sembilan orang yang diotaki Dimas Kanjeng Taat Pribadi," ia menegaskan.
Pascaeksekusi Abdul Gani, Wahyu dan kawan-kawan mendapat upah senilai Rp 320 juta dari Dimas Kanjeng. Dimas Kanjeng tak hanya disangka kasus pembunuhan, tapi kasus lainnya termasuk penggandaan uang.