Berdasar pengalaman itu, pada Minggu (2/10/2016) sekitar pukul 01.00 WIB, komunitas pendaki memutuskan mendaki kembali menuju lokasi penemuan tulang untuk dirawat sebagaimana mestinya.
Tim dibagi jadi tiga kelompok penyisir untuk mengantisipasi kemungkinan lokasi tulang bergeser karena faktor alam. Sesampainya di lokasi sekitar pukul 06.00 WIB, mereka menggali areal dengan peralatan seadanya seperti cethok, parang, dan pisau dapur.
Kejelasan tulang itu milik manusia terjawab. Tim pendaki menemukan satu persatu tulang dan beberapa benda lainnya.
Secara berurutan, mereka menemukan sekitar 10 potong tulang rusuk, sebagian kecil tulang ekor, korek api gas, botol minuman isotonik, obat tidur 4 tablet dengan kemasan masih utuh, serta uang koin pecahan Rp 100.
Penggalian dilanjutkan kembali hingga kedalaman sekitar 30 sentimeter di mana mereka menemukan sepotong celana kolor pendek berwarna kusam yang membalut sebongkah tengkorak manusia. Adapun bagian rahang ditemukan setelahnya bersama enthong-enthong (tulang sendi tangan).
"Setelah itu tidak ada ditemukan benda lainnya, termasuk identitas pengenal. Kami langsung menmbungkusnya dengan kain mori dirangkap plastik dan dimasukkan ke dalam tas ransel. Kebetulan saya yang menggendongnya. Langsung kami bawa turun ke Kinahrejo," sebut Nurul.
Perjalanan turun dilakukan secara cepat. Tim pendaki nyaris tak mengambil waktu istirahat dan hanya berhenti sebentar di beberapa pos pendakian untuk sekadar minum.
Berangkat dari lokasi penemuan sekitar pukul 09.30 WIB dan tiba di Kinahrejo pukul 13.00 WIB. Padahal, perjalanan berangkat mereka sempat berhenti di Pos IV (Pos Mimbar) untuk makan dan minum sekaligus mengumpulkan tenaga.
Hasil temuan mereka laporkan ke pihak berwenang. Setelah pemeriksaan dan pembuatan berita acara oleh petugas Polsek Cangkringan, bungkusan tulang itu langsung dibawa ke RSUP dr Sarjito.
Sejumlah dugaan muncul terkait identitas manusia pemiik tulang berdasar benda-benda yang ditemukan. Di antaranya pendaki atau warga setempat yang tersesat, orang kurang waras, atau bahkan korban erupsi Merapi. Hingga kini, identitas tulang-tulang tersebut masih jadi tanda tanya besar.
"Jika ternyata korban erupsi, lalu kenapa botol minuman dan pakaiannya masih utuh? Jika mungkin pendaki, sepertinya tidak ada pendaki yang naik hanya dengan celana pendek seperti itu," jelas Nurul.
Bagaimanapun, para pendaki itu sudah merasa sedikit lega karena sudah berhasil mengevakuasi tulang-tulang tersebut.
Hati Beben kini lebih tenang, tidak ada lagi mimpi buruk yang membuat tidurnya tak lelap. Perasaan lega itu bahkan sudah dirasakannya sejak memulai perjalanan turun setelah proses evakuasi.
"Lega rasanya ketika tulang itu sudah diturunkan ke Kinahrejo. Saya sendiri sebelumnya ingin naik untuk evakusasi supaya tidak ada lagi rasa ragu-ragu saya terkait sosok dibalik tulang-tulang itu," kata Beben.