Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Satuan Penyelenggara Administrasi SIM Polrestabes Bandung lebih ketat setelah Presiden Joko Widodo menyatakan perang terhadap pungutan liar.
Satuan Lalu Lintas Polrestabes Bandung, Jawa Barat, menyiapkan satu posko yang berfungsi untuk mengawasi dan melayani pengaduan masyarakat yang membuat atau memperpanjang SIM.
Pantauan Tribun Jabar, proses pembuatan SIM di Satpas Polrestabes Bandung terlhat ramai. Ratusan orang masih menunggu giliran dipanggil untuk mengikuti ujian teori dan praktik hingga pukul 14.00 WIB.
Tribun berkesempatan berbincang dengan beberapa pemohon SIM yang mengantre. Satu di antaranya Riscky Eko Prasetyo (19), pemohon SIM C baru. Ia masih menunggu panggilan untuk mengikuti ujian teori.
"Tadi datang pukul 09.00 WIB. Tidak langsung daftar, tapi tes kesehatan dulu. Bayar Rp 40 ribu," Riscky memulai obrolan.
Meski pengalaman pertama, Riscky mengaku tidak ada yang janggal dalam pembuatan SIM di Satpas Polrestabes Bandung. Tak ada satu orang pun menawarinya kemudahan untuk membuat SIM.
"Tadi waktu datang cuma ditanya ke mana. Tahu buat SIM, terus dikasih tahu persyaratannya. Setelah daftar, dikasih kalung yang tulisannya pemohon SIM," kata Riscky.
Ia tak tahu jika ada cara lain untuk bisa mempercepat pembuatan SIM. Riscky hanya mengikuti prosedur yang ada. "Tadi tidak ada yang merayu atau menawari, baik petugas atau calo," imbuh Riscky.
Hal sama dirasakan pemohon SIM yang enggan namanya disebut lengkap, yakni T (29), warga Buah Batu. Ini bukan kali pertama ia datang ke Satpas Polrestabes Bandung.
"Biasanya di tempat parkir sudah ada yang menawari. Sekarang tidak ada. Saya juga iseng tanya, ada tidak orang yang bisa membantu buat SIM? Tapi tukang parkir bilang sudah tidak ada," kata T.
T mengakui praktik calo dalam pembuatan SIM sebenarnya bukan rahasia. Ia pernah membuat SIM melalui calo enam tahun lalu. Si calo tak lain juru parkir di situ. Setidaknya ia harus merogoh kocek Rp 300 ribu agar cepat mendapatkan SIM C.
"Kalau sekarang rapi, susah, tadi dapat info, kalau ada anggota yang bisa bantu bisa kena sanksi berat. Katanya mereka dikumpuli dua minggu lalu termasuk tukang parkirnya," kata T sembari tertawa.
T menilai kondisi pelayanan SIM saat ini terasa lebih ketat. Pemohon SIM harus menggunakan tanda pengenal setelah mendaftarkan diri dan harus mau menunggu antrean. Pengalaman sebelumnya, setiap orang bisa masuk ke tempat pembuatan SIM.
"Sebetulnya yang kasihan kalau pekerja atau karyawan. Kan kalau ujian itu belum tentu langsung lulus. Makanya harus bolak-balik," kata T yang SIM-nya hangus setahun lalu itu.
Calon pemohon SIM lainnya, YP (27), urung membuat SIM hari ini. Ia datang terlalu siang sehingga dikhawatirkan tak mendapatkan nomor antrean.
"SIM saya telat dua bulan, tadi mau daftar ternyata ada kesalahan cetak di KTP saya. Tahun kelahiran 1989, tapi dicetak 1985, makanya harus ada perbaikan dulu di KTP," ujar YP.
YP sempat mencari pihak yang bisa membantu mempermudah pembuatan SIM lantaran kendala yang dialaminya. Selain harus mengubah KTP, dia merupakan pegawai swasta yang terikat jam kerja sehingga tak bisa sembarangan meninggalkan pekerjaan.
"Tadi sempat nanya-nanya ke tukang parkir. Mereka bilang tidak tahu, terus saya juga jalan keliling. Tapi tidak ada yang menawari juga," kata YP.
Biasanya ada pihak yang menawari cara mempermudah membuat SIM. Menurut YP hanya dengan membayar biaya lebih melalui orang tersebut, pemohon tak perlu repot-repot mengantre.
"Jadi tinggal foto aja beres. Itu pun katanya sejam saja sudah beres," kata YP.