News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menengok Sekolah di Pedalaman NTT: Siswa Kurang Gizi, Telat Baca hingga Tak Bisa Berbahasa Indonesia

Penulis: Yulis Sulistyawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Siswa Sekolah Dasar di Boti, pedalaman NTT. Sebagian besar sekolah dengan memakai sendal atau tanpa alas kaki

Meski berada di kawasan pedalaman, gedung bangunan SD tersebut sudah permanen tembok dan beratap seng serta berlantai semen dan keramik. Setiap kelas sudah ada ruangan masing-masing. Begitu juga ruang untuk guru yang berjumlah sembilan orang.


Siswa SD GMIT Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) . Sekolah ini berada di pelosok NTT. Untuk menempuh SD Boti butuh waktu 4 jam dari Kota Kupang. 1 Jam diantaranya hanya bisa naik ojek melalui jalan tanah berbatu melintas hutan dan menyusuri sungai

Lantaran berada di kawasan pedalaman dan perbukitan, Boti belum dialiri listrik. Bahkan untuk kebutuhan air bersih pun, warga Boti terpaksa mengambil dari mata air yang berjarak lebih dari 2 kilometer.

Warga Boti hampir seluruhnya berprofesi sebagai petani jagung. Berada di kawasan yang kering dan jarang hujan, warga setempat hanya bisa menanam 1 kali jagung selama setahun. Sehingga kondisi perekonomian sebagian besar adalah miskin.

"Untuk biaya sekolah gratis. Kan ada dana BOS dari pemerintah," ujar Mikel.

Miskinnya warga tercermin dari penampilan fisik anak-anak di SD GMIT Boti.


Guru dari Komunitas 1000 Guru sedang mengajar Siswa SD GMIT Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Sekolah ini berada di kawasan pedalaman NTT. Jarak dari Kupang

"Lihat saja, anak-anak di sini kurang nutrisi. Rambutnya tipis, badannya kurus dan cenderung kecil. Belum lagi yang kekurangan vitamin sehingga ada yang terkena folio dan sebagainya," jelas Jemi Ngadiono yang sudah sejak 2008 sering mengunjungi SD GMIT Boti.

Jemi Ngadiono menambahkan, sebelum anak-anak SD GMIT Boti diberikan bantuan nutirisi, mereka juga perlu beradaptasi memakan makanan bergizi. "Ketika pertama kali mereka diberi makan telur dan bubur kacang hijau, anak-anak muntah. Mereka tak pernah makan makanan bergizi seperti itu," kisah Jemi Ngadiono.

Pemantau program Smart Center 1000 Guru di NTT,Adriani Ati yang hampir setiap hari mendatangi kawasan pedalaman untuk mengecek program Smart Center 1000 Guru menjelaskan, anak-anak di Boti dan sekitarnya sangat kekurangan nutrisi.

Mereka setiap hari hanya memakan bose atau nasi jagung. "Lebih sering tidak pakai lauk karena kondisi ekonomi orangtuanya yang pas-pasan," ujar Adriani Atty.


Smart Center di SD GMIT Boti yang didirikan 1000 Guru dan KFC. SD Boti berada di kawasan pedalaman NTT. Letaknya di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang harus ditempuh 4 jam dari Kota Kupang. 1 jam diantaranya hanya bisa naik ojek yang melintas jalan tanah berbatu di tengah hutan dan menyusuri sungai yang kering.

Tak Bisa Baca

Atty yang hampir setiap hari mendatangi 15 Smart Center yang didirikan 1000 Guru di pedalaman NTT mengatakan, ia masih kerap mendapati anak-anak kelas 3 dan 4 yang belum bisa membaca. Itu terjadi lantaran anak-anak kurang gizi sehingga kecerdasan sangat di bawah standar.

Lantaran kurangnya asupan protein dan gizi, kecerdasan anak-anak SD GMIT Boti pun juga di bawah standar. Makanya wajar, anak-anak kelas 1 dan 2 pun belum bisa berbahasa Indonesia. "Apalagi membaca dan berhitung," ujar Jemi Ngadiono.


Komunitas 1000 Guru dan KFC mendirikan 13 Smart Center di NTT guna membantu memberantas buta huruf di kawasan pelosok

Sejak tiga bulan lalu, 1000 Guru dan KFC menjadikan SD GMIT Boti sebagai Smart Center.

"Kami memberikan bantuan nutisi sekaligus mengirim guru-guru dari Komunitas 1000 Guru untuk berbagi ilmu mengajar anak-anak di sini," lanjut Jemi Ngadiono.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini