Laporan Reporter Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Keluhan masyarakat akan belum tertanganinya longsor di Makam Petinggen Blunyahgede Mlati Sleman hingga membuat bau anyir masih tercium dan membuat warga tidak nyaman sudah didengar oleh pengurus makam.
Pengurus makam sekaligus Ketua RW7 Petinggen Tegalrejo Yogyakarta, Murtadho mengatakan sebenarnya satu hari pascakejadian longsor rombongan relawan, BPBD, TNI dan Polri mendatangi lokasi guna melakukan evakuasi lanjutan pada Sabtu (5/11/2016).
"Waktu itu sudah kumpul semua tapi setelah mau dievakuasi kita rapat diputuskan gak bisa kalau langsung evakuasi karena dikhawatirkan malah yang lain tambah longsor, harus dibuat talud baru dulu," ujar Murtadho Senin (7/11/2016).
Namun lebarnya zona longsoran yang mencapai sekitar 15 meter dengan tinggi sekitar 3 meter membuat masyarakat kesulitan kalau harus membangunnya sendiri.
Sementara itu walaupun BPBD Kota Yogyakarta dan BPBD Sleman sudah melihat langsung dan ikut mengevakuasi di tahap awal namun belum ada tindak lanjut.
Lokasi pemakaman yang berada di perbatasan antara dua wilayah membuat kedua pihak seperti saling lempar tangan.
Walaupun lokasi pemakaman berada di Blunyahgede Mlati Sleman, namun nama pemakaman itu adalah pemakaman Petinggen karena sejak dahulu dikelola dan digunakan untuk memakamkan warga Petinggen Tegalrejo Yogyakarta.
"Kami sudah lama punya idiom Sleman Ora Ngakoni Kota Lali (Sleman tidak mengakui, Kota Yogyakarta lupa) sejak dulu kita memang selalu swadaya tapi yang ini memang berat, padahal penanganan cepat dibutuhkan kalau hujan besar lagi resiko besar longsor lagi," tambahnya.
Ada enam kepala keluarfa dengan jumlah 19 jiwa yang terdampak langsung dengan kejadian ini karena rumahnya berdekatan dengan lokasi longsor.
"Bau mual sampai muntah sudah kalau dibiarkan penyakit bisa datang mengancam," ujarnya.
Dia berharap pihak-pihak manapun baik Sleman ataupun Yogyakarta agar bersedia membantu mereka sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.