TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Sidang lanjutan kasus pembunuhan dua mantan pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Probolinggo, Abdul Gani dan Ismail Hidayah kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan, Probolinggo, Kamis (10/11/2016) siang.
Sidang sempat terhenti beberapa saat, setelah ada kesalahapahaman antara Ketua Majelis dan Kuasa Hukum terdakwa.
Akibatnya, kuasa hukum ini diminta untuk ke luar dari ruang sidang.
Dalam sidang kali ini, kuasa hukum kasus pembunuhan Abdul Gani dan Ismail Hidayah menyampaikan eksepsi ke Majelis Hakim Yudistira.
Untuk terdakwa kasus pembunuhan Abdul Gani, mereka adalah Wahyudi, Kurniadi, Wahyu Wijaya dan Ahmad Suryono.
Sedangkan untuk pembunuhan Ismail Hidayah, mereka adalah Mishal Budianto, Wahyu Wijaya, Ahmad Suryono.
Dalam eksepsi itu, intinya ada beberapa point yang dianggap melanggar ketentuan selama proses penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka, hingga pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Kuasa hukum ingin menunjukkan dan menepis dakwaan yang disangkakan polisi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam pembacaan dakwaan di sidang sebelumnya.
Ketua tim kuasa hukum terdakwa, M Sholeh mengatakan, point pertama, pihaknya mengaku keberatan dengan penangkapan para terdakwa ini.
Ia beralasan bahwa penangkapan kliennya ini melanggar prosedur.
“Sesuai dengan pengakuan klien kami, penangkapan ini tidak sah karena tidak dilengkapi surat penangkapan saat itu,” katanya.
Selain itu, dikatakan Sholeh, ada hal lain yang membuat pihaknya memutuskan untuk mengajukan eksepsi. Ia menduga ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam hal ini.
Ia menduga kliennya ini mengalami kekerasan yang diduga dilakukan oknum Polres Probolinggo.
“Ada indikasi kalau ada kekerasan fisik yang dilakukan Polres Probolinggo,” terangnya.
M Soleh menjelaskan, selama proses pembuatan Berita Acara perkara (BAP) seluruh terdakwa ini juga ada pelanggaran.
Sebab, tidak ada pendampingan dari kuasa hukum, padahal menurut ketentuan yang berlaku, terdakwa dengan hukuman di atas lima tahun wajib didampingi kuasa hukum saat pembuatan BAP.
Pria berkacamata ini menilai, dalam penyusunan dakwaan ini, JPU kurang cermat. Sehingga, dakwaan yang disampaikan itu tidak jelas terkait uraian pidana ke empat terdakwa.
“Dengan cara apa, saksinya apa, uraian ini bagaimana, ini yang tidak cermat, kemudian keterangan saksi merupakan paksaan saat pembuatan BAP,” ujarnya.
Dia berharap, ketua majelis hakim mempertimbangkan hal ini. Besar harapannya, kliennya ini dibebaskan dari semua dakwaan yang disampaikan dan tidak ditahan.
“Batal demi hukum karena melanggar KUHAP. Kami berharap beberapa poin – poin tadi menjadi pertimbangan,” paparnya.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Probolinggo yang juga merangkap sebagai JPU dalam perkara ini, Januari enggan berkomentar banyak.
Ia mengatakan, akan menanggapi eksepsi kuasa hukum terdakwa pekan depan.
“Minggu depan akan kami tanggapi secara tertulis,” pungkasnya.