Laporan Wartawan Tribun Lampung, Wakos Gautama
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Majelis hakim mempunyai pertimbangan tersendiri menjatuhkan hukuman pidana penjara selama satu bulan terhadap Kepala Badan Polisi Pamong Praja Bandar Lampung, Cik Raden.
Bagi majelis hakim, perbuatan Cik Raden adalah kesalahan ringan (Culpa Levissima).
Majelis hakim yang diketuai Yus Enidar menganggap perbuatan Cik Raden ini termasuk kesalahan yang tipis karena niat luhur Cik Raden agar City Spa tidak dijadikan tempat prostitusi terselubung.
"Ini dapat dimaksudkan sebagai Culpa Levissima," ucap hakim anggota Salman.
Hal yang memberatkan karena Cik Raden adalah aparatur sipil negara yang harusnya memberi contoh kepada masyarakat.
"Yang meringankan adalah niat luhur terdakwa agar tempat pijat tersebut tidak dijadikan tempat prostitusi terselubung," ujar Salman di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (21/12/2016).
Cik Raden menjadi terdakwa karena menyuruh anak buahnya untuk memaksa terapis City telanjang agar tempat pijat tersebut bisa dirazia sebagai tempat prostitusi terselubung.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang menyatakan Kepala Badan Polisi Pamong Praja Bandar Lampung Cik Raden bersalah atas perkara penggerebekan City Spa sebagai tempat prostitusi terselubung.
Majelis hakim yang diketuai Yus Enidar ini menyatakan, perbuatan Cik Raden melanggar hukum sebagaimana diatur dalam pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan jo pasal 56 ke-2 KUHP.
"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama satu bulan dipotong masa penangkapan dan penahanan," ujar Yus Enidar, Rabu (21/12/2016).
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan penuntut umum yang menuntut Cik Raden penjara selama dua tahun.
Dengan adanya hukuman ini, Cik Raden tidak perlu menjalani masa hukuman penjaranya.
Sebab Cik Raden sempat ditahan saat menjalani persidangan oleh penuntut umum dan oleh hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada 16 Mei 2016 hingga 17 Juni 2016.
Penggerebekan City Spa bermula pada 9 September 2015 lalu.
Cik Raden memanggil dua anggota Pol PP Gusti Zaldi dan Dedi Saputra ke ruang kerjanya.
Cik Raden memerintahkan Gusti dan Dedi untuk memantau kegiatan di dalam salon kecantikan/perawatan City Spa.
"Terdakwa memerintahkan Gusti dan Dedi untuk mengetahui apakah di City Spa menyediakan tempat untuk berbuat asusila. Cik Raden meminta Gusti dan Dedi tidak memberitahukan perintah tersebut kepada siapapun.
Setelah memantau City Spa, Gusti melaporkan ada pemijat berinisial O yang mau diajak berbuat asusila.
Berdasarkan laporan tersebut, Cik Raden memberikan uang Rp 450 ribu kepada Gusti dan Dedi sebagai ganti uang pribadi keduanya saat pijat di City Spa.
Menindaklanjuti laporan Gusti, Cik Raden bermaksud melakukan penggerebekan City Spa.
Cik Raden meminta Gusti mengondisikan seolah City Spa melayani kegiatan prostitusi.
Cik Raden memberikan uang Rp 750 ribu kepada Gusti untuk mengusahakan pemijat di City Spa mau telanjang dan berhubungan badan.
Apabila sudah telanjang dan berhubungan badan, kata Syarief, Cik Raden menyuruh Gusti memberitahu Budi agar Budi masuk menggerebek City Spa.
Dengan begitu ada alasan bagi Pol PP untuk mencabut izin City Spa.
Gusti berangkat ke City Spa untuk melaksanakan rencana Cik Raden tersebut. Gusti memesan kamar bersama pemijat.
Gusti memaksa pemijat untuk telanjang dan berhubungan badan. Setelah itu, Gusti mengirimkan pesan singkat kepada Budi, temannya sesama anggota Pol PP memberitahukan bahwa pemijat sudah telanjang.
Budi dan tim dari Pol PP langsung masuk dan menggerebek Gusti dan pemijat yang sudah telanjang bulat.