Laporan Wartawan Tribun Jogja, Siti Ariyanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Orang yang melewati Desa Wonocatur, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mungkin tak menyadari ada situs bersejarah di sana.
Situs yang terkenal dengan julukan Gua Siluman itu hanya berupa tembok kuno yang sudah runtuh di berbagai tempat karena termakan usia.
Tidak terawat dan terkesan terbengkalai adalah kesan pertama yang dirasakan Tribunjogja.com saat mendatangi lokasi tersebut. Lumut tumbuh di bebatuan bekas situs.
Di bagian atas pengunjung akan disambut dengan sebuah bangunan datar yang cukup luas. Suara gemericik air terdengar dari arah bawah situs.
Suasana Gua Siluman, Pesanggrahan Sri Sultan HB II di kawasan Wonocatur, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. TRIBUN JOGJA/SITI ARIYANTI
Setelah menuruni sejumlah anak tangga di sisi timur, sebuah pemandangan menakjubkan sekaligus membuat merinding akan dijumpai pengunjung.
Dalam sebuah ruangan yang cukup tertutup, bertengger patung yang dikelilingi kolam kecil. Di tepi kolam terdapat sebuah tikar yang sudah dalam keadaan digelar.
Seno Wantoro, juru pelihara Gua Siluman, berujar tempat itu biasa digunakan untuk nenepi atau bertapa bagi sejumlah orang.
Dari cerita yang ia dengar, hajat mereka yang bertapa di sana biasanya akan terkabul. Biasanya para pertapa akan datang pada malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon.
"Yang datang malah dari orang jauh. Ada yang pelarisan, cari obat atau keperluan lain. Kata mereka berhasil. Mereka mandi dulu di kolam dekat patung, baru nenepi," tutur pria 44 tahun itu.
Nama Asli
Sebenarnya, nama asli Gua Siluman adalah Pesanggrahan Sri Sultan Hamengkubuwono II. Situs ini dibangun hampir bersamaan dengan Pesanggrahan Rejowinangun atau Warung Boto di Umbulharjo, Yogyakarta.
Dulunya, pesanggrahan ini digunakan sebagai tempat pemandian putri raja.
Menurut penuturan Seno, kolam utama situs ini berada di bagian atas yang kini telah berubah menjadi jalan dan ruko. Sedangkan yang tersisa saat ini hanyalah saluran tempat pembuangan air.