TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisah asmara Bupati Katingan, Ahmad Yantenglie kian membara.
Dugaan perzinaan yang dialamatkan kepada Ahmad Yantenglie membuatnya berada di ambang pemakzulan.
Baca: Kasus Perselingkuhan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie dengan Farida Yeni
Baca: Istri Bupati Katingan Ahmad Yantenglie Serahkan Kasus Perzinaan Suaminya ke Polisi
Empat saksi yang diperiksa Polda Kalimantan Tengah di Mapolsek Johar Baru, Jakarta Pusat, menyebut, sang bupati dua periode ini sudah berstatus duda.
Begitu pula dengan mempelai perempuan, Farida Yeni yang disebut sudah tidak bersuami.
Keempat saksi menikahkan Ahmad Yantenglie di Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat, pada 9 April 2016 pukul 00.14 WIB.
Hasilnya, surat nikah Ahmad Yantenglie tidak terdaftar secara resmi.
Dan visual dalam video ini salah satu bukti yang dimiliki polisi.
Ahmad Yantenglie berstatus duda di status keterangan nikah.
Keterangan yang sama dilontarkan wali nikah Ahmad Yantenglie.
Padahal pemalsuan termasuk perbuatan pidana dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Perwakilan DPRD Katingan telah mendatangi DPRD Garut yang telah memakzulkan Bupati Garut, Aceng Fikri yang terlibat pernikahan kilat empat hari.
Baca: Inilah Reaksi DPRD Pascapenangkapan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie yang Tertangkap Berzina
Baca: Datangi Polda Kalteng, DPRD Selidiki Kasus Perzinaan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie
Saat ini Kementerian Dalam Negeri pun masih menunggu sikap politik wakil rakyat Katingan.
Walau desakan untuk mundur kian kencang, Bupati Ahmad Yantenglie masih bergeming.
Dia tak mau mundur walaupun yang dilakukannya sudah menjadi keprihatinan masyarakat luas.
Baca: Ulah Zina Bupati Katingan Ahmad Yantenglie Tuai Kecaman, Warga, Gubernur, hingga Mendagri Kecewa
Berdasarkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah harus menjaga etika.
Kewajiban ini tertuang dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Dalam Pasal 78 tertulis, seorang kepala daerah bisa diberhentikan jika melakukan perbuatan tercela.
Namun pemberhentian kepala daerah tidak bisa dilakukan begitu saja.
Pemberhentian dilakukan setelah Menteri Dalam Negeri menerima usulan pimpinan DPRD berdasarkan surat putusan dari Mahkamah Agung (MA).
Jika sudah menerima surat dari DPRD yang dilampirkan putusan MA, menteri wajib memberhentikan bupati dan atau wakil bupati paling lambat 30 hari sejak menerima usul pemberhentian.
Simak laporan lebih lengkapnya dalam tayangan video di atas. (*)
>