Alumnus S2 Unair ini berharap disertasi bisa memberikan kontribusi untuk mengkaji ulang hal tersebut.
Amirul menambahkan, selama ini ia dan kakaknya memang memiliki perbedaan persepsi. Baginya yang berprofesi sebagai hakim keadilan sangat dijunjung tinggi, sedangkan sang kakak menekankan pada aturan berdasarkan hukum.yang berlaku.
“Diakusi dengan kakak pasti ada, untuk membuka pemahaman kami. Apalagi kakak yang nomor 3 ini menjadi salah satu motivasi saya ikut terjun di dunia hukum,”lanjutnya.
Menurutnya, upaya menyelesaikan pendidikan ini juga merupakan harapan orangtuanya.
Walaupun berbeda tahun masuk, berbagai kendala semasa menempuh pendidikan dari luar pulau ia tetap bertekad menyelesaikan pendidikannya.
“Saya studi selama enam tahun. Awalnya dengan kakak (Syaiful) tidak ada janjian untuk kuliah bersama. Harapan abah (H Amir Syafiudin), anaknya bisa sama-sama menuntaskan studi terakhir. Alhamdulillah diizinkan Allah,” tutur Amirul yang baru lima tahun menjadi hakim.
Selama menempuh studi di Unair, Amirul yang lebih banyak di Takalar mengaku cukup terbantu oleh kakaknya yang berdomisili di Surabaya.
Terutama dibantu soal administrasi terkait studi lanjut tersebut. Mulai fotokopi hingga pengumpulan naskah disertasi.
"Keberadaan saya di luar pulau memang mengurangi peluang kami bertemu dalam satu kasus. Tapi kalaupun nanti bertemu salah satu dari kami harus siap melepas kasus tersebut," ungkapnya.
Sedangkan judul disertasi Amirul yaitu “Kebebasan Hakim Dalam Menerapkan Sanksi Pidana Minimum Khusus”.
Melalui disertasinya, Amirul mengulas hakim dalam menjalankan fungsinya wajib memutus berlandaskan pada aturan hukum dan mempertimbangkan perbuatan yang terjadi berkenaan dengan aturan hukum yang akan diterapkan tersebut.
Hakim dituntut untuk menggali di balik ketentuan hukum dan asas hukum yang tertulis dalam aturan hukum.