Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, PURWAKARTA - Mantan terpidana kasus terorisme Agus Marshal menilai program deradikalisasi oleh pemerintah belum maksimal.
Indikatornya, mantan narapidana terorisme Yayah Cahdiyat kembali berulah dan meledakkan bom panci di Taman Pandawa, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Senin (27/2/2017).
Yayat adalah alumnus pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar. Ia bebas pada 2015 usai mendekam tiga tahun di penjara karena kasus perampokan di SPBU Kali Asin, Cikampek, Kabupaten Karawang, dengan latar belakang terorisme.
Agus menjelaskan pola komunikasi antara pemerintah dengan mantan terpidana terorisme terlalu formal. Padahal, hubungan keduanya harus dianggap sebagai hubungan anak dan orangtua.
Baca: Cerita Pria yang Pernah Membina Pelaku Bom Panci Yayat Cahdiyat
Baca: Pelaku Bom Panci Alumnus Kamp Militer Jalin Jantho, Menghilang Usai Bebas dari Lapas Tangerang
Baca: Berkelakuan Aneh Pelaku Bom Panci, Begitu Ada yang Bertamu
Baca: Pelaku Bom Panci Suka Ajak Bermain Anak Tetangga, Para Ibu Khawatir
"Saya rasakan bentuknya formal saja, kita sama-sama paham karakter birokrasi di Indonesia bagaimana, bukan mengarah pada seperti hubungan bapak kepada anak. Untuk kepentingan anakkan harusnya tidak harus dituntut," Agus menjelaskan.
Agus telah mengakhiri masa pidananya pada 2016. Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi langsung melibatkan Agus dalam sekolah ideologi dengan peserta para pelajar Purwakarta.
Sekolah ideologi digagas Bupati Purwakarta sebagai bagian dari upaya deradikalisasi terorisme. Dedi juga sempat mengucurkan dana untuk modal usaha Agus.
"Memang harus ada pendampingan dalam tataran sosial ekonomi pada para eks terpidana ini. Intinya sih harus benar-benar mengayomi, harus menerima setiap eks terpidana teroris agar dia merasa punya negara, merasa punya pemerintahan," ujar Agus.
Agus mencontohkan langkah yang diambil Bupati Purwakarta sebagai contoh riil, mau merangkul orang seperti dirinya usai bebas dari penjara. Ke depan harus dipahami eks terpidana teroris harus bisa mandiri.
"Bisa jadi begitu, cuma kan kedepannya harus dipahami sampai bisa mandiri. Atau mungkin yang enggak biasa di bidang swasta, bisa dititipkan ke industri, itu lebih terpantau," usul dia.
Ia pesimistis apakah dunia industri mau mengakomodir eks terpidana terorisme. "Tapi berbicara birokrasi negara enggak ada soal, intinya pemerintah harus maksimal," kata Agus.