Melihat kondisi akses jalan yang rusak dari Entikong menuju Sungkung, wajar kebutuhan pokok dan lainnya yang masuk ke Sungkung harganya melonjak tinggi.
Di Entikong harga semen hanya Rp 90 ribu per sak, menjadi Rp 300 ribu per sak di Sungkung, ditambah ongkos ojek Rp 250 ribu.
"Harga semennya di sini melonjak menjadi Rp 340 ribu. Sekali bawa biasanya dua sak, kalau ada yang mampu bisa sampai tiga sak. Kami di Sungkung memang benar-benar terisolir," ucap dia.
Penduduk Sungkung sejak lama memiliki akses jalan yang layak dilalui seperti daerah lain yang beraspal, dan jika hujan tak lagi terjebak lumpur.
Jika hujan akses jalan dari dan ke Sungkung ibarat kerbau yang berkubang dalam lumpur. Jarak Sungkung-Entikong hanya sekitar 51 kilometer, tapi lain cerita jika hujan turun. Otomatis jarak tempuh menjadi lebih lama.
Hal senada diungkapkan Kepala Desa Sungkung III, Ishak Alfreth. Jalan akses menuju desanya memang dalam kondisi sulit dilalui.
"Dalam kondisi tanah kering jalan akses dari Entikong ke Sungkung dapat dilewati warga lebih cepat, hanya membutuhkan waktu sekitar 3 jam," kata Ishak.
Pengendara bermotor bisa sampai seharian jika hujan turun, itu pun hanya motor bebek saja yang bisa terus berjalan meski membawa barang-barang. Sepeda motor besar bakal sulit menembus lumpur.
"Kalau sepeda motor bebek mudah bawa barang, selain itu ringan membawanya. Kalau sewaktu hujan turun mendorongnya tidak terlalu berat," terang dia.
Kebutuhan akses jalan memadai bagi warga Sungkung sangat mendesak. Warga berharap Presiden Joko Widodo segera merealisasikan pembangunan jalan di sana.
Warga Sungkung sangat berharap punya jalan agar dapat lebih mudah menjual hasil perkebunan dan pertanian ke Entikong maupun Bengkayang.
"Selama ini hasil kebun atau pertanian kami kalau sudah tak termakan, membusuk, dan jadinya dibuang," keluh Ishak.