Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Lima ekor macan tutul jawa terdeteksi di suaka margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis, berdasar hasil survei sejumlah lembaga konservasi bekerjasama dengan BBKSDA Jabar.
Anton Aryo, anggota Conservation International Indonesia, mengatakan kelima ekor macan tutul itu tertangkap 14 kamera trap yang tersebar di sejumlah titik di Gunung Sawala.
Pengambilan gambar dilakukan pada 21 Oktober 2016 sampai 2 Februari 2017.
"Jumlah yang terekam 718 foto. Foto macan tutul jawa yang terekam 35 foto setelah difilter lagi ada 21 foto independen," ujar Anton dalam pembahasan hasil studi populasi dan habitat macan tutul jawa Gunung Sawal di Kebon Binatang Bandung, Selasa (25/4/2017).
Angka itu bukan berarti 21 ekor macan tutul ada di Gunung Sawal. Setelah diidentifikasi terdeteksi lima ekor individu macan tutul jawa, yang terdiri dari dua jantan dan tiga betina.
Kelima satwa dengan nama Latin Panthera Pardus Melas itu terdeteksi di 12 titik di Gunung Sawal.
"Dari hasil trap camera, hanya satu jantan dewasa yang memiliki kekuasaan yang besar. Dia bisa berjalan jauh sampai 8 kilometer di Gunung Sawal," kata Anton.
Macan tutul jawa jantan dewasa terdeteksi di enam titik timur suaka margasatwa Gunung Sawal. Bisa dikatakan dia penguasa Gunung Sawal sebelah timur.
"Di wilayahnya juga terdeteksi dua macan tutul jawa betina dewasa," ungkap dia.
Sedangkan seekor jantan dewasa lainnya hanya menguasai sebagian kecil wilayah di barat. Seekor macan tutul jawa jantan dewasa terdeteksi di satu titik saja. Tak sendiri di wilayah yang sama, kamera trap mendeteksi macan tutul jawa betina dewasa juga.
"Sebetulnya kami memasang 20 kamera. Cuma ada enam data hilang, empat kamera di sebelah barat hilang," sambung Anton.
Kepala BBKSDA Jabar, Sustyo Iriono, mengakui belum ada data pasti soal angka hewan yang termasuk dilindungi di Jabar.
Menurutnya, studi populasi dan habitat yang dilakukan sejumlah lembaga konservasi itu merupakan langkah awal untuk mengetahui keberadaan satwa yang menjadi ikon Jabar.
"Ini data awal, kami punya data tapi masih pisah-pisah. Ada sekitar ratusan, tapi lemah. Makanya untuk mengetahui kebenarannya perlu dikaji lagi. Harus ada surveinya," ujar Sustyo.