Laporan Wartawan Serambi Indonesia Masrizal
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Berlin Silalahi (46), seorang korban pengusuran dari barak pengungsi tsunami di Gampong Bakoy, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, mengajukan suntik mati (euthanasia) ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu, (3/5/2017).
Berdasarkan Wikipedia, Euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Pengajuan euthanasia dilakukan sekitar pukul 15.34 WIB yang diwakili oleh istri Berlin Silalahi, Ratnawati (40) dan kuasa hukumnya dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) yang diketuai Safaruddin SH.
Berlin Silalahi sendiri tidak bisa hadir karena sedang sakit lumpuh dan saat ini berada di Kantor YARA.
Ratnawati mengatakan bahwa keinginan dilakukan euthanasia atas permintaan suaminya sendiri.
Menurutnya, suaminya seperti sudah putus asa dengan penyakit kronis yang dideritanya yang tak kunjung sembuh, terlebih lagi setelah digusur dari barak oleh Pemkab Aceh Besar sehingga mereka tidak ada lagi tempat tinggal.
"Jadi bapak sepertinya sudah putus asa. Setelah pembongkaran barak kemarin secara paksa, dia ambil keputusan itu, saya terkejut. Saya sudah upaya melarang, tapi bapak atas kemauannya seperti itu," kata Ratnawati yang didampingi Safaruddin.
Sementara Humas PN Banda Aceh, Eddy SH mengatakan di Indonesia tidak dikenal dengan euthanasia.
Menurutnya, belum pernah pengadilan menerima pengajuan itu karena euthanasia tidak terdapat dalam hukum positif, yang ada hanya hukuman mati atas putusan pengadilan.
"Silahkan ajukan, kami tidak boleh tolak. Nanti kita proses, nanti kalau sudah ada dasarnya kita proses. Tapi yang pasti euthanasia tidak ada dalam hukum positif, itu yang ada diterapkan di Belanda," katanya yang juga salah satu hakim di PN tersebut.