News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik HTI

Gubernur Ganjar: Tak Perlu Berlebihan Sikapi Pembubaran HTI

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa yang tergabung dalam Keluarga Besar Nahdlatul Ulama Kota Bandung melakukan unjuk rasa terkait rencana kegiatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat pada 15 April 2017, di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (13/4/2017). Dalam aksinya, mereka menyerukan menolak seluruh kegiatan dan menuntut pembubaran HTI yang menyebarkan propaganda khilafah dengan maksud merubah Pancasila sebagai asas ideologi dan asas tunggal kehidupan bernegara. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Semua pihak diharapkan menunggu proses hukum terkait rencana Pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Kita tunggu saja proses yang ada di pusat. Menurut saya enggak perlu berlebihan, karena sudah ada keputusan seperti itu," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Selasa (9/5/2017).

Ia mengungkapkan, pemerintah provinsi akan melaksanakan apapun keputusan dari pusat. Sebab keputusan yang diambil pemerintah pusat tentu berlaku nasional.

"Kita di daerah tinggal nunggu atau makmum saja dari pusat. Kita tunggu saja hasilnya nanti bunyi finalnya seperti apa, itulah yang diikuti," ia menambahkan.

Langkah berikutnya yang perlu dilakukan setelah HTI dibubarkan pemerintah adalah menggelar dialog dan membuat kesepakatan-kesepakatan.

Meski organisasinya telah dibubarkan, tentu pengikutnya masih menggenggam paham yang dibawa.

"Menurut saya, ngobrol, dialog, membuat kesekapatan-kesepakatan, saya kira peran Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama, menjadi penting," beber dia.

Ia mengaku sering berinteraksi dengan pengikut HTI di sejumlah kesempatan. Baik dalam diskusi kebangsaan di Jakarta, dialog, dan bertemu di hari bebas kendaraan di Kota Semarang.

Dialog nanti bukan hanya untuk pengikut HTI namun juga pada organisasi kemasyarakatan keagamaan lain. Harapannya, ormas yang ada memiliki kesamaan cara pikir bernegara yaitu menyadari prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan turut serta menjaga keutuhan NKRI.

Ia menilai, meski ormas yang diikuti tersebut berbeda ideologi, namun orangnya adalah sesama warga negara Indonesia. Sama-sama memiliki kesamaan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

"Mripat podho, mangane ya sego. Maka ngobrol (dialog) ndak jadi soal. Beda agama saja bisa (dialog) kok," politikus PDI Perjuangan ini menambahkan.

Terpisah, Wakil Gubernur Jateng Heru Sudjatmoko mengibaratkan semua masyarakat Indonesia seperti satu keluarga, harus rukun dan saling menghargai. Keluarga itu diatur oleh pemerintah.

Maka jika ada salah satu anggota keluarga yang berbuat semaunya sendiri dan bahkan membahayakan maka sudah semestinya pemerintah melakukan antisipasi.

"Saya tidak bicara spesifik HTI. Saya khawatir malah jadi kontroversi. Tapi yang jadi prinsip adalah, konstitusi harus menjadi pegangan. Kalau ada unsur yang merusak persatuan dan kesatuan, memang harus ditangkal," kata Heru.

Ketua Komisi A DPRD Jateng, Masruhan Syamsurie, menyambut baik upaya pembubaran itu. Namun ia menegaskan, adanya gerakan paham anti-Pancasila disebabkan pemerintah tidak memiliki ketegasan.

Mestinya, lanjutnya, paham yang diindikasikan bertentangan dengan Pancasila segera diambil langkah yang cepat dan tepat, agar tidak menjalar.

"Tidak sedikit generasi muda yang gandrung dengan konsep khilafah, dan mereka itu sebetulnya korban ketidaktahuan saja. Dikiranya, khilafah bisa menjadikan Indonesia seperti yang mereka kehendaki," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini