Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia oleh pemerintah merupakan langkah yang tepat dan legal serta tidak melanggar hak asasi manusia.
Ketua Dewan Pengurus PBHI Jawa Tengah, Kahar Muamalsyah, menjelaskan proses pembubaran HTI tak melanggar HAM sepanjang melalui proses yudisial yang akuntabel.
Pemerintah harus menunjukkan argumentasi benarkah HTI mengganggu ketertiban sosial, berpotensi memicu konflik horisontal, dan mengancam ideologi Pancasila.
"Karena agenda yang diusung adalah khilafah, suatu sistem politik dan pemerintahan yang bertentangan dengan Pancasila," ungkap Kahar melalui siaran persnya kepada Tribun Jateng pada Senin (15/5/2017).
Ia mengatakan, jika kebebasan berserikat dengan mendirikan ormas justru digunakan untuk mengkonsolidasi tindakan-tindakan merusak ketertiban umum, terganggunya hak dan kebebasan orang lain, maka pembubaran ormas dari sudut pandang HAM dapat dibenarkan serta tak melanggar HAM.
"Norma seperti ini menjadi ketentuan umum yang oleh karenanya tidaklah dapat dikatakan sebagai diskriminatif dan tidak terkait terhadap satu ormas tertentu saja," beber dia.
PBHI Jateng berpendapat memang benar jika berkumpul dalam suatu organisasi adalah bagian dari penikmatan kebebasan dasar manusia. Sebagaimana HAM pada umumnya, berorganisasi adalah hak yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk dibatasi.
Lebih jauh, ketika suatu negara tengah dalam keadaan darurat, kebebasan ini bahkan dapat saja dikurangi penikmatannya.
Berpijak pada norma internasional HAM yang juga telah menjadi norma hukum nasional dengan ratifikasi ICCPR pada 2005, maka dapat dikatakan bahwa pembubaran ormas sebagai bentuk pembatasan HAM menemukan landasan hukum yang menjadi pembenarnya.
UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas dan PP Nomor 58 Tahun 2016, memuat klausul yang berkeselarasan dengan semangat pembatasan ini dengan memungkinkan pembubaran suatu ormas jika mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Kahar juga menegaskan, menyampaikan gagasan pembubaran HTI merupakan eksperimentasi penerapan prinsip margin of appreciation dalam disiplin hak asasi manusia. Kebebasan berserikat dalam bentuk organisasi masyarakat seperti HTI dijamin oleh Konstitusi RI.
Akan tetapi, jika bertentangan dengan perundang-undangan, HTI sahih untuk dibatasi perkembangannya. Pemikiran HTI tidak bisa diberangus, karena kebebasan berpikir bukan hak yang bisa dibatasi. Tetapi pemerintah dan penegak hukum bisa melakukan pembatasan penyebarannya.
"Jika penyebarannya yang dibatasi, maka orang-orang yang menganut pandangan keagamaan dan pandang politik seperti HTI tidak bisa dipidanakan. Hanya tindakan penyebarannya yang bisa dibatasi," kata dia.
Kahar mengingatkan Kemekumham serta Kemendagri harus melangkah sebagaimana diatur dalam UU 17 tahun 2013 dalam membubarkan HTI, agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
"Peringatan pertama sampai ketiga, harus ditempuh, pembekuan sementara, termasuk bersama Polri menyusun argumentasi berdasarkan fakta-fakta yang menjadi dalil pembubarannya. Jika langkah administrasi sudah ditempuh, maka langkah yudisial bisa segera disusun dan dimulai," kata Kahar.