News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sembilan Alasan Kebijakan Sekolah Lima Hari Harus Ditolak

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Belajar di kolong rumah panggung.

Keenam, aspek kompetensi non akademik. Konsep lima hari sekolah, akan memutus kreatifitas anak dalam penguatan ilmu nonakademik.

Semisal, anak yang memiliki keunggulan bidang seni, budaya, olahraga, tentu harus ikut kegiatan les sore hari. Saat ini tentu tidak mungkin bisa mengikutinya.

"Termasuk dunia sosial anak dengan sesame umurnya juga hilang. Maka, negara telah melanggar hak asasi anak untuk mengembangkan psikomotorik dan afektif calon generasi bangsa," tandas dia.

Ketujuh, aspek geografis. Untuk sekolah di daerah pegunungan masih sulit terakses angkutan umum, hal ini banyak yang dikeluhkan masyarakat, terlebih untuk anak perempuan di malam hari.

Kedelapan, aspek mental spiritual. Di Jateng terdapat 10.127 madrasah diniyah (madin) dan TPQ, padahal 90 persen siswanya adalah anak usia SD dan SMP. Madin dan TPQ biasanya masuk pukul 14.00, jika sekolah diberlakukan sampai sore maka praktis mereka tak bisa mengikutinya.

"Ini secara tak langsung negara telah melakukan upaya penghilangan cita-cita nawacita revolusi mental itu sendiri," ungkapnya.

Kesembilan, aspek ketahanan keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga tak mampu, biasanya usai pulang sekolah selalu membantu orangtua, ada yang menjadi buruh tani, berdagang, nelayan, dan sebagainya. Komisi E juga sering mendapat masukan dari para kepala desa di Jateng.

"Kan, anak Indonesia tidak semua orangtuanya PNS. Banyak sekeluarga harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, apa negara tega dengan kondisi ini? Prinsipnya, madlorotnya lebih banyak dari manfaatnya," sambung dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini