TRIBUNNEWS.COM, SANGGAU - Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) di Kalimantan Barat yang dicanangkan di Desa Mengkiang Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada akhir 2016 lalu telah menunjukkan hasilnya.
Program yang diinisiasi oleh Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas ini menyasar di sejumlah desa di Provinsi Kalimantan Barat yang wilayahnya berdekatan dengan area konsesi PT Finnantara Intiga, perusahaan pemasok APP.
“Perusahaan memfasilitasi petani dengan menyediakan lahan sampai dengan peralatan serta pengetahuan seputar pertanian yang mendukung produktivitas,” tutur Social & Security Departement Head PT Finnantara Intiga, Syamsul Fikar, Selasa (25/7/2017).
Salah satu petani binaan program DMPA asal Desa Mengkiang bernama Lidat. Petani berusia 47 tahun ini menuturkan setelah panen padi sekitar dua bulan lalu, ia kini makin meyakini bahwa praktik bertani yang kini dijalaninya memang menarik untuk diterapkan.
Lidat mengakui, pada tahun lalu ia masih berpindah-pindah ladang. Kala itu, metode pembukaan lahan dengan cara tebang-bakar masih dilakoninya. “Sudah puluhan tahun sejak saya bujangan saya menjadi petani berpindah ladang,” ujar Lidat.
Peralatan yang sangat membantu Lidat dalam mengolah sawahnya adalah traktor tangan (hand tractor) yang terbukti mampu menekan biaya produksi dalam membajak tanah sebelum penanaman padi.
“Jauh sekali ongkosnya. Dulu kami harus mengeluarkan biaya 2 juta lebih untuk membayar buruh cangkul. Itu belum termasuk kopi dan gulanya (biaya konsumsi).”
Dengan menggunakan traktor tangan ini, Lidat mengaku biaya membajak sawah turun menjadi Rp 400 ribu saja.
Dari segi produktivitas, juga terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Sebelumnya Lidat dapat memanen padi sebanyak 60 karung (sekitar 4,5 ton), kini bisa mencapai 105 karung (sekitar 7,8 ton) atau melonjak sekitar 57 persen.
Lidat pun bersemangat, bahkan ia turut mengajak warga lain untuk menerapkan metode bertani yang serupa. Sebagai ketua kelompok tani yang beranggotakan 25 orang, ia kini menjadi sosok panutan dalam melakukan peralihan metode bertani.
“Banyak yang tertarik, setelah mereka (para petani lain) melihat saya mengangkut banyak karung padi,” ungkap Lidat.
Meskipun demikian, Lidat juga mengakui belum semua warga mau beralih ke cara bertani yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. “Terutama yang tua-tua. Mereka beralasan sudah melakukan cara lama sejak nenek moyang. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan (untuk berubah),” urainya dengan mimik serius.
Lidat bukanlah satu-satunya petani asal Desa Mengkiang yang telah mengikuti program DMPA dan merasakan hasilnya. Dari dukuh Sungai Langer, seorang petani karet bernama Daniel juga tak kalah antusias menceritakan pengalamannya.
Daniel mengaku sangat terbantu dengan Program DMPA, terutama dengan disediakannya lahan, pupuk, serta ilmu baru dalam bercocok tanam. Serupa dengan Lidat, kini Daniel telah meninggalkan cara bertani lamanya dengan memilih untuk tidak berpindah ladang dan membakar lahan.