Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, GROBOGAN - Sejumlah petani garam di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, curhat kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada Rabu (2/8/2017).
Proses produksi garam di desa ini cukup unik karena bahan bakunya menggunakan air dari sumur di area persawahan.
Kepada Ganjar mereka mengeluhkan belum bisa maksimalnya produksi yang dihasilkan. Produksi garam khas Desa Jono terancam gulung tikar karena sedikit pemuda yang tertarik menjadi petani garam.
Ketua kelompok petani garam Tirta Manunggal, Suhardi, mengatakan di area sekitar 3 hektare terdapat potensi pengembangan produksi garam. Pada tahun 1970-an, jumlah petani garam mencapai ratusan, kini tersisa hanya sekitar 50 an.
Persoalan utamanya adalah regulasi pemerintah terkait garam beryodium. Sumur yang dahulu berjumlah puluhan kini tersisa enam sumur itupun mengalami pendangkalan yang semula sedalam 25 meter menjadi 15 meter.
"Jika soal harga memang lebih baik, perkilogram Rp 7.000," katanya.
Kepada Ganajr, Suhadi meminta agar pemerintah membantu mereka modal untuk membeli peralatan produksi semisal bambu. Selain itu, ia juga minta agar sumur diperdalam, pembuatan jembatan, serta dibantu dalam hal pemasaran.
Soal Penilaian Harian & Pembahasan Kunci Jawaban Geografi Kelas 12 SMA/MA Pola Keruangan Desa & Kota
Soal & Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Bab 2 Kurikulum Merdeka : Iklan, Slogan dan Poster
"Selama ini sebenarnya garam Jono sudah terkenal, pelanggannya banyak dari luar kota, misalnya Kudus, Blora, Wonogiri, Pati, Solo dan lainnya," katanya.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, menyarankan agar petani garam di Desa Jono mengajukan pinjaman tanpa agunan dengan bunga sangat kecil ke Bank Jateng.
Sebab jika dibantu dana, dikhawatirkan petani tidak mau kerja keras karena tak memiliki tanggungan.
Ganjar juga menyayangkan generasi muda di Desa Jono yang tak berminat menjadi petani garam. Padahal, Garam Jono sudah terkenal. Terlebih jika harga garam sedang tinggi seperti sekarang ini.
"Sebenarnya petani garam sekarang sedang ketawa ngakak. Sebab garam laut yang dulu Rp 200-300 sejak beberapa bulan ini menjadi Rp 10 ribu per kilogram. Garam Jono yang punya khas dan potenai produksi sangat tinggi, bisa dikembangkan," jelas dia.
Garam Jono bahan bakunya berasal dari dalam sumur, beda dengan garam kebanyakan yang bahan bakunya dari air laut. Hal itu, kata dia, bikin Garam Jono punya kelebihan tersendiri.
Jika produksi bisa ditingkatkan, ada pendampingan serta pengelolaan dan pengepakan yang baik, bukan tidak mungkin Garam Jono bakal masuk mal. Jika sudah begitu, harganya akan makin terkerek.
"Saya tertarik mendorong untuk bisa berkembang, karena garam Jono punya kekhasan sebagai garam yang berasal dari dalam bumi yang membedakan dengan garam di laut," katanya.
Sedangkan soal peningkatan produksi, ia menyarankan agar menggunakan mesin pompa air. Selama ini, petani masih menggunakan timba untuk mengambil air bahan baku dari sumur. Jika produksinya banyak diimbangi teknologi yang baik maka biaya bisa efisien dan harga jual bisa terjangkau.
"Ini potensi yang bisa dkembangkan. Kandungannya juga lebih bagus, tinggal mendorong higienisnya," tandas Ganjar.