TRIBUNNEWS.COM, MEDAN -- Kapolsek Galang, Kabupaten Deliserdang AKP Marhalam Napitupulu menjalani pemeriksaan di Propam Polres Deliserdang sekitar 10 jam, Kamis, (10/8/2017).
Pemeriksaan tersebut terkait dugaan Marhalam memasukkan anaknya ke SMA Negeri 1 Medan melalui jalur rawan melanjutkan pendidikan (RMP). Padahal, jalur tersebut khusus untuk orang yang tak mampu secara ekonomi dengan menunjukkan surat miskin dari dinas sosial.
Kasi Propam Polres Deliserdang Iptu Kuat Tarigan mengakui pihaknya memeriksa Marhalam, pukul 11.00 WIB.
"Iya, sudah kami periksa. Ini baru saja selesai pemeriksaannya. Kami mulai memeriksanya pukul 11.00 pagi. Baru saja selesai malam ini," ujar Kuat, yang dihubungi melalui telepon seluler, Kamis sekira pukul 21.15 WIB.
Terkait hasil pemeriksaan, Kuat meminta maaf tidak bisa menyampaikannya. Menurutnya, setelah memeriksa Marhalam, mereka membuat berita acaranya yang akan disampaikan kepada Kapolres Deliserdang, AKBP Robert Da Costa.
Kasi Propam akan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut, hari ini.
"Kalau hasilnya enggak etislah saya sampaikan hari ini. Besok akan saya sampaikan. Mungkin Beliau (Kapolres) bisa menyampaikannya nanti. Kami kan melakukan pemeriksaan atas dasar perintah pimpinan. Makanya hasilnya juga nanti akan kami serahkan ke pimpinan juga," kata Kuat.
Selain Dianiaya, Wanita Cantik Istri Kades Ini Tewas Ditembak di Kepala
Sementara itu, Kapolres Deliserdang belum bisa dimintai komentarnya, kemarin. Berulang kali Tribun Medan menghubungi nomor ponselnya, namun tidak mendapat respons. Pesan singkat yang dikirimkan melalui whatsapp juga belum terbaca hingga pukul 21.31 WIB.
Tak Sembarangan
Kepala Dinas (Kadis) Sosial Deliserdang Raslan Sitompul menjelaskan, surat keterangan miskin tidak bisa sembarangan dikeluarkan. Ia mengatakan, ada proses yang harus dilalui warga untuk mendapatkan surat keterangan miskin dari dinas sosial.
Ia mengaku, untuk kasus Kapolsek Galang belum dapat informasi.
"Kalau ada orang yang mau mendapatkan surat keterangan miskin, kami lihat dulu di BDT (basis data terpadu). Di situ ada data apakah dia tergolong miskin atau tidak. Kalau orang yang bermohon itu enggak terdaftar di BDT kami enggak akan keluarkan surat keterangan. Kalau sudah seperti itu , kami suruh pemohon untuk minta surat keterangan dari desa atau kelurahan tempat dia tinggal," kata Raslan.
Menurutnya, miskin atau tidaknya warga, pemerintah desa yang tahu. Ia menegaskan, pihaknya tidak akan bersedia mengeluarkan surat keterangan apabila tidak ada surat keterangan dari pemerintah desa, yang menyatakan seseorang itu miskin.
"Kalau enggak ada dari desa mana mau kami. Kalau BDT itu datanya diakui di seluruh Indonesia. Kalau di desa tergantung kadesnya, apakah dia mau mengeluarkan atau tidak. Kades kan tahu mana warganya yang miskin atau tidak," kata Raslan.
DPRD Minta Tengku Erry Bertanggung Jawab
Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi tak mau berkomentar banyak tentang kalangan mampu dan punya jabatan memanfaatkan jalur miskin memasukkan anak ke sekolah favorit.
"Saya baru tahu pemberitaan itu dari online. Saya kira ditanyakan saja kepada dinas yang bersangkutan. Ditanya ke Dinas Pendidikan saja," ujarnya di sela-sela pelantikan Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah Noor di Aula Martabe, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, kemarin.
Anggota DPRD Sumut dari Partai PDI Perjuangan Soetrisno Pasaribu berpendapat Erry adalah Gubernur yang tidak gentle, karena selalu melimpahkan kesalahan kepada bawahannya.
"Tengku Erry Nuradi kalau program dinas berhasil pasti dia akui sebagai prestasi. Tetapi, ketika ada masalah, pasti tanggung jawab kepala dinas. Gubernur ini tidak pernah menunjukkan kapasitasnya mampu menyelesaikan masalah dan mencari jalan keluar," ujarnya.
Menurutnya, kejadian ini adalah salah satu bukti betapa bobroknya Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) Daring yang diselengarakan Dinas Pendidikan Sumut.
"PPDB online yang dikawal KPK dan Ombudsman ternyata bobol. Sangat memalukan sistem yang dijaga 24 jam/ hari bobol bukan karena hacker, tetapi karena dokumen palsu. Disdik juga harus bertanggung jawab atas hilangnya hak anak yang benar-benar miskin, tetapi tidak dapat masuk akibat kalah sama dokumen palsu," katanya.
Atas kasus ini, Soetrisno juga meminta Polda Sumatera Utara supaya melakukan penyelidikan terhadap Dinas Sosial Kota Medan dan Dinas Sosial Kabupaten Deliserdang, kenapa bisa menerbitkan surat miskin untuk keluarga mampu.
"Pemalsuan dokumen surat miskin merupakan tindak pidana, maka pelakunya secara bersama-sama baik pihak orangtua yang meminta rekomendasi surat miskin dan juga kepala dinas yang menerbitkan surat miskin harus bertanggung jawab," ujarnya.
Soetrisno berharap kasus yang terjadi ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengusut dugaan perbuatan melawan hukum dan mengakibatkan hilangnya hak peserta didik lain pada PPDB Daring di Sumatera Utara.
"Berita ini dapat dijadikan Polda Sumatera Utara untuk melakukan penyelidikan. Harus dicari tahu apakah ada dugaan tekanan atau dugaan suap sehingga keluar surat rekomendasi itu," ujarnya. (dra/ryd)