Sugi sempat dilarikan ke RSUD Banyumas dan menjalani rawat inap. Ia juga sempat dirujuk ke rumah sakit ortopedi untuk kesembuhan kakinya.
Pembelajaran Al Quran di rumahnya seketika terhenti.
Genap 40 hari dirawat, ia tak kunjung diberi kesembuhan.
Sugi memutuskan pulang. Ia memikirkan santri-santrinya yang telah menunggu untuk diajar mengaji.
Sugi kembali membuka kelas. Bukan lagi bertempat di ruang tamu, melainkan di ruang tidurnya.
Perubahan format pembelajaran itu menyesuaikan kondisi sang guru.
Sugi hanya bisa berbaring. Separuh tubuhnya lumpuh. Ia bahkan tak mampu memiringkan badan.
Namun Sugi tak berkeluh kesah. Ia sebaliknya bersyukur, organ produksi suaranya masih normal.
Otaknya tak terganggu. Sehingga ia masih bisa melafalkan Al Quran dan mengajarkannya ke murid-muridnya.
Sugi tak ingin umurnya sia-sia menunggu kematian. Bagi dia, sakit tak jadi alasan untuk tidak berbuat baik dan memberi manfaat bagi orang lain.
Meski terlihat jelas, ia seringkali meringis menahan sakit saat sedang mengajar.
"Saya tidak ingin menjadi orang yang merugi karena menyia-nyiakan kesempatan. Saya akan terus mengajar hingga Allah memanggil saya. Semoga bisa istikamah,"katanya
Selain alim, Sugi juga dikenal ikhlas dalam mengamalkan ilmunya. Sugi tak memungut bayaran sepeserpun kepada para wali santri atas pendidikan anak mereka.
Meskipun, ekonomi keluarga Sugi serba kekurangan.