Sejatinya, ia dan temannya tak hanya sekedar mencari prestasi dengan menggelar kegiatan olahraga catur di sekolah. Ia mengatakan, teman-temannya yang memiliki keterbatasan penglihatan itu juga bisa belajar dari permainan catur.
"Prinsip bermainnya juga bisa diaplikasikan di kehudupan sehari-hari. Misal dispilin berpikir cepat dalam mengambil keputusan," tutur Hari yang juga penyandang tunanetra ini.
Hari yang 10 tahun menekuni catur ini meyakini, penyandang tunanetra juga bisa berkarya melalui olahraga khususnya catur.
Adiknya saja, Ardi Nugroho, sudah mengikuti sejumlah kompetisi catur. Bahkan adiknya yang juga tunanetra itu sempat menjadi tandem Gayuh Satrio, atlet catur yang meraih medali emas di Pekan Paralimpik Indonesia (Peparnas) 2016 di Jabar.
"Saya juga pernah ikut lomba. Terakhir piala gubernur akhir Januari meski tak juara. Waktu itu saya peringkat 10 dari 29 peserta," tutur Hari.
Keyakinan senada juga dikatakan Kuswantoro (18). Penyandang tunanetra ini pun pernah menjadi juara 1 di ajang Olimpiade Olahraga Siswa Nasional yang digelar di DIY. Ia meyakini jika penyandang tunanetra tetap bisa berprestasi meski memiliki keterbatasan dalam penghilangan.
"Kalau awal-awal memang sulit. Tapi karena terus berlatih dan dibiasakan, akhirnya bisa," ucap Kuswantoro yang menekuni olahraga catur sejak 2013.
Ia pun sudah mengikuti sejumlah even di luar kota selama menekuni permainan yang mengasah otak itu.
"Saya suka catur karena tidak menguras tenaga. Saya belajar setelah sekolah di sini, latihannya sama guru dan teman-teman," ucap Kuswantoro yang juga atlet goalball.
Bima Triardi Wijaya, pria yang menjadi pelatih catur menilai, siswa tunanetra SLB Yaketunis memiliki potensi dan bakat di bidang catur setelah berlatih selama tiga bulan. Ia pun yakin 17 siswa pecatur SLB Yaketunis bisa menjadi atlet profesional seperti Gayuh.
"Kalau dilihat sudah ada dua siswa yang menonjol di bidang catur ini. Tinggal diasah terus dan berlatih terus," kata Bima.
Bima mengatakan, jumlah atlet catur tunanetra di DIY belum begitu banyak. Ia menganggap baru Gayuh yang menjadi atlet tunanetra berbakat dan berprestasi asal DIY.
"Kalau peparnas tahun sebelumnya saya tidak tahu prestasinya," kata dia.
Menurutnya, Gayuh meraih dua emas dan satu perak ketika mengikuti Peparnas di Jabar tahun lalu.
"Mungkin ini juga karena perhatiannya paling bagus ketika Peparnas kemarin. Peparnas sebelumnya mungkin kurang diperhatikan. Misalnya penghargaan untuk atlet sama dengan yang umum," tutur Bima. (Teuku Muhammad Guci Syaifudin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Cerita Mereka yang Gemar Bermain Catur Meski Tak Bisa Melihat