TRIBUNNEWS.COM - Terpilih jadi anggota Pasukan Pengibar Bendera tentu jadi sebuah kebanggaan.
Apalagi, bila sampai maju mewakili kota besar seperti Surabaya.
Bayangkan saja, mereka yang terpilih harus menyisihkan begitu banyak kandidat dari ratusan sekolah.
Mereka yang terpilih, adalah putra putri terbaik dalam hal kedisplinan, dan punya fisik, terutama mental yang sangat kuat.
Nah, siapa sangka, dari sekian banyak Paskibra yang bertugas pada 17 Agustus 2017, ada satu yang punya pengalaman hidup kelam.
Namanya Bledheg Sangheta.
Siswa SMK 10 Keputih Surabaya ini punya kisah hidup yang tidak biasa.
Bledheg Sangheta pernah terjerumus pada kehidupan kelam saat ia masih duduk di kelas dua SMP.
Ia juga pernah terlibat dalam kelompok pencurian, mengkonsumsi miras dan pil koplo.
Kenakalannya membawa ia tinggal di kampung anak negeri, yayasan yang menampung anak-anak nakal.
Dari sekolah anak negeri, Bledheg belajar banyak hal untuk mengisi masa remajanya selain dengan kenakalan-kenakalan yang pernah ia lakukan.
Siswa laki-laki kelahiran 12 November 1999 ini, kini telah berubah.
Setelah berhenti sekolah selama satu tahun, kini ia telah duduk di kelas dua SMK.
Awalnya ia malu-malu menceritakan pengalaman di masa lalu yang ingin ia lupakan.
"Saya dulu nakal, pokoknya nakal sampai berhenti sekolah satu tahun," kata Bledheg sembari malu-malu kepada TribunJatim.com, Selasa (15/8/2017).
Suatu kali, Bledheg dan komplotannya ketahuan saat melakukan pencurian di sebuah toko.
Saat itu, Blendheg bertugas menjaga di luar toko untuk memastikan rekan-rekannya yang sedang beraksi di dalam toko aman.
Namun, sial bagi mereka. Satu rekannya yang bertugas mengambil di dalam tertangkap.
Aksi pencurian mereka gagal.
Karena usia mereka masih di bawah umur sanksi yang diberikan hanya dari orang tua.
"Kawan saya itu yang habis sama orang tuanya, saya masih untung karena gak ikut ambil," cerita Bledheg.
Namun siapa sangka saat ini Bledheg akan menjadi satu diantara tim paskibra kota Surabaya yang akan mengibarkan bendera pada 17 Agustus mendatang.
Pengalaman hidup kelam membuatnya belaja untuk berbuat lebih banyak dan lebih baik.
Khususnya untuk kedua orang tuanya yang sekarang hidup terpisah. (Nurul Aini)