Dari rumahnya, ia harus menempuh jarak sekitar 17 kilometer tanpa mengenakan alas kaki, untuk menuju ke posko yang ada di bawah daerah perbukitan Desa Gitgit.
"Jalan kaki. Harus hati-hati, pelan-pelan biar tidak ditangkap penjajah. Sampai di posko langsung memasak," kenangnya.
Setelah itu langsung diantar ke tempat-tempat pejuang bersembunyi.
"Setiap ngantar makanan dikawal oleh dua pejuang, naik-naik ke atas bukit," kenangnya saat merasakan pahitnya merebut kemerdekaan.
Made Mertini yang merupakan putri kedua Ninik Luh Ayu mengakui, meski sang ibu pernah membantu memberikan makanan kepada para pejuang, namun hingga saat ini sang ibu tidak mendapatkan penghargaan apapun dari pemerintah.
Seperti pejuang-pejuang lain yang mendapatkan penghargaan sebagai veteran.
"Dulu memang ada pendataan sebagai veteran dari pihak kelurahan, tapi memang tidak ada yang mengurus. Sampai saat ini masih belum ada pendataan lagi. Sempat terbesit untuk menanyakan, namun enggan karena takut dianggap kekurangan dalam hal sisi ekonomi," kata dia.