TRIBUNNEWS.COM, TULUNGAGUNG - Gerakan Pemuda Ansor bersikap hati-hati, terkait krisis kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya di Provinsi Rakhine, Myanmar.
Sebab Ansor melihat ada upaya penggiringan isu konflik agama, untuk menutupi konflik berlatar belakang sumber daya alam.
“Ada yang mencoba memelintir dan menggoreng seolah isu Rohingya adalah konflik agama."
"Umat muslim diperlakukan seMena-wena oleh umat lain, katakanlah Budha,” ujar Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, Minggu (3/9/2017) saat menghadiri Musyawarah Cabang PC Ansor Tulungagung, di Pondok MIA Tulungagung.
Gus Yaqut menegaskan, Ansor sudah melakukan kajian mendalam soal masalah di Rakhine Myanmar.
Konflik ini sudah terjadi beberapa kali, mulai tahun 2013, 2016 dan sekarang yang tengah berlangsung. Dari hasil kajian tersebut, ada latar belakang ekonmi sebagai pencetus.
Baca: Kedubes Myanmar di Jakarta Dilempari Bom Molotov, Polisi Periksa Enam Saksi
Karena wilayah yang ditempati etnis Rohingya selama ini mempunyai cadangan minyak dan gas yang melimpah.
Pemerintah Myanmar sulit untuk memperluas area ekspoitasi, karena belum banyak yang percaya.
“Myanmar baru saja lepas dari junta militer. Belum banyak pihak yang percaya dengan perubahan di Myanmar,” ujar Yaqut.
Baca: Sepasang Pelajar SMA Terjaring Razia Saat Sedang Dokumentasikan Adegan Hot di Handphone
Sebagai jalan termudah, maka pemerintah mengusir etnis Rohingya untuk kepentingan ekploitasi.
Niat tersebut kemudian dibungkus dengan konflik antar agama. Sedangkan perusahaan multinasional sudah mengantre, antara lain dari Inggris, Perancis, Malaysia, Brunai, China, dan Rusia.
Niat pemerintah Myanmar mengusir Etnis Rohingya kian mendapat pembenaran, sebab etnis ini mempunyai sejarah panjang sebagai pemberontak. Mereka berusaha menjatuhkan pemerintah yang sah.
“Umat Budha memang diajarkan untuk bersikap moderat. Itulah mengapa mereka juga memilih diam menghadapi krisis kemanusiaan Rohingya,” tutur Yaqut.
Yaqut berharap, umat muslim Indonesia melihat konflik Rohinya secara utuh.
Sebab ada kelompok tertentu yang sengaja menebar kebohongan, dengan tujuan menghimpun bantuan kemanusiaan.
Namun bantuan tersebut nantinya disalurkan kepada kelompok teroris di negara tersebut.
“Jika memberikan bantuan, salurkan melalui lembaga yang terpercaya, agar bantuannya tepat sasaran. Lembaga penyalurnya juga bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.