Laporan Wartawan Tribun Manado Nielton Durado
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Terdakwa kasus korupsi TPAPD Bolaang Mongondow, Marlina Moha Siahaan alias Moha terlihat di Ibukota Jakarta sedang mengikuti koordinasi terbatas Partai Golkar.
Padahal, saat ini Moha harusnya sedang menghuni Rutan Kelas Dua Manado menjalani masa tahanannya selama lima tahun.
Alih-alih ditahan, mantan Bupati Bolaang Mongondouw tersebut justru terlihat berada di ibukota negara Indonesia.
Kuasa Hukum Moha, Chandra Palutungan membenarkan kliennya sedang berada di Jakarta.
"Kami punya surat dari pengadilan tinggi Sulut, bahwa kliennya tidak bisa ditahan," kata dia.
Baca: Mabes Polri Bentuk Densus Antikorupsi: Kalau Ada Polisi Nakal, Kita Sikat Saja
Ia juga menambahkan bahwa saat ini pihaknya sudah memasukan proses banding di pengadilan Tinggi Sulut.
"Prosedur bandingnya sedang kami lakukan, jadi jika MMS berada di luar itu sudah sesuai prosedur karena kami punya landasan hukumnya," ucap dia.
Ketua Pengadilan Tinggi Sulut, Sudiwardono ketika dikonfirmasi mengatakan alasan dirinya belum menandatangani berkas penahanan MMS karena berkas banding dari JPU yang dikirimkan melalui pengadilan negeri Manado kepada pihak terlambat.
"Berkasnya terlambat masuk ke pihak kami, jadi saya masih enggan menandatangani surat penahanannya. Untuk lebih lengkapnya silahkan tanya ke PN Manado," aku dia.
Kepala Pengadilan Negeri Manado Djaniko Girsang melalui Humasnya Moh. Alfi Usup membantah jika berkasnya terlambat dikirim.
Baca: Anggaran Densus Antikorupsi Rp 900 Miliar Terlalu Besar, Polri: Paling Banyak Untuk Operasional
"Dalam berkas tersebut tidak ada lagi permintaan penahanan, karena dalam amar putusan sudah ada perintah penahanan. Saya tidak tahu kenapa Pengadilan Tinggi Sulut enggan mengeluarkan surat penahanan," tegas dia.
Kepala Rutan Kelas Dua Manado, Zainal Fikri ketika dikonfirmasi mengatakan pihaknya tidak ada kuasa menahan seorang terdakwa bila belum ada surat penahanan dari Pengadilan Tinggi Sulut.
"Kalau belum ada surat penahanan dari PT Sulut, maka kami belum bisa melakukan penahanan," tegas dia.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim, Sugiyanto bersama dua Hakim Anggota, yakni Halidja Wally dan Emma Ellyani telah menvonis bersalah MMS 5 Tahun.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan 4,6 tahun yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tidak sampai di situ, Majelis Hakim juga mewajibkan MMS membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp1,2 Miliar lebih, ditambah denda sebesar Rp200 juta.
Diketahui, MMS sempat menolak dakwaan dan tuntutan JPU yang menyebutkan dirinya bersalah dan terlibat dalam perkara korupsi TPAPD Bolmong.
Bahkan, dalam pledoi pribadinya, MMS menyebutkan jika dia tidak mengetahui adanya proses pinjam uang dengan menggunakan dana TPAPD atas nama Suharjo Makalalang, Mursid Potabuga, Cymmy CP Wua dan Ikram Lasinggarung.
Majelis Hakim berpendapat lain dan dengan segala pertimbangan memutus bersalah bekas petinggi di wilayah lumbung beras itu. (nie)