Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, PEMALANG - Sejumlah pengusaha konveksi jin dan pakaian kerja di Desa Rowosari, Ulujami, Pemalang, mengeluhan lesunya bisnis mereka yang dirintis sejak puluhan tahun lalu.
Sepanjang tahun 2000 sampai 2003 usaha mereka berada di puncak kejayaan, kini produksi mereka hanya mengandalkan pesanan dari luar daerah yang jumlahnya tak sebanyak dahulu.
Masykuri, sekian pengusaha konveksi asal Rowosari, pada 2000 hingga 2003 ia mampu menjual hingga 500 potong celana jin per hari. Selain pesanan banyak juga karena kondisi ekonomi tidak stabil atau naik turun.
Sementara saat ini, dia hanya mampu menjual maksimal 100 celana dengan harga jual berkisar Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu.
"Kala itu banyak yang memilih jeans lokal," ungkapnya saat menerima kunjungan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di desa sentra konveksi tersebut, Rabu (27/9/2017).
Adapun, jin yang ia produksi bermerek Navala yang dijual hingga Jakarta, Surabaya, Solo, dan beberapa daerah di Kalimantan.
Selain persoalan internal, Masykuri mengaku problem lainnya adalah karena maraknya industri konveksi pabrikan.
Tenaga kerja yang sudah terampil dan puluhan tahun mengabdi di tempatnya memilih keluar dan bekerja di pabrik. Saat ini, dia hanya memiliki 50 pekerja, padahal sebelumnya mencapai ratusan.
"Harga kain yang tak menentu, persoalan tenaga kerja juga membuat kami pusing," ungkap dia.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, menyarankan pengusaha konveksi untuk memanfaatkan aplikasi Sadewa Market Cyber UMKM milik Pemprov Jateng.
Ia menilai pemasaran para pengusaha konveksi masih konvensional. Sedangkan saat ini, sudah memasuki era digital.
"Masih ada problem permodalan, cara menjual, rata-rata menjualnya masih konvensional maka kita arahkan ke Sadewa Market Cyber UMKM," kata Ganjar.
Di desa sentra konveksi itu ada 21 klaster dan telah memunculkan industri level desa dan penjualannya pun telah sampai ke seluruh daerah di Indonesia. Yang masih perlu dikembangkan adalah mengorganisasi diri dalam satu komunitas melalui koperasi.
"Ada permintaan pelatihan, pembuatan desain, dan lainnya. Kalau ini bisa diorganisasikan maka akan jadi kekuatan ekonomi yang tumbuh dari desa," kata dia.
Dikatakan Ganjar, selain perlu peremajaan juga inovasi desain dan diversifikasi usaha, karena produksinya masih hanya berupa celana jin dan belum ada produksi pakaian perempuan.
"Saya sarankan umpama sarung jeans, tas. Maka ini butuh pelatihan, kita mencoba menawarkan dan mereka antusias, hanya belum tergornaisasi yang baik maka saya minta dibuatkan koperasi semuanya dalam satu koperasi yang bisa menaungi semua perajin," kata dia.
Melalui koperasi tersebut, suplay bahan baku, pola pelatihan, dan cara menjual, maka pemerintah bisa memberikan kebijakan untuk ekonomi kecil dan menengah.
"Jadi mereka bisa kita bantu," beber Ganjar.