TRIBUNNEWS.COM, PADANG - Tokoh muda Minang Andre Rosiade meminta Kapolri Jenderal Tito memantau proses penegakan hukum di Polresta Padang terkait dugaan kasus tindak pidana sertifikat Diklatda Hipmi palsu yang dilakukan Iqra Chissa Putra.
Iqra Chissa Putra yang memutuskan akan maju sebagai calon Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sumatera Barat (Sumbar) itu sebelumnya dilaporkan DS Zirsanjaya.
"Bukti-bukti yang ada sudah sangat terang benderang, tapi kami khawatir proses hukum di Polresta masuk angin. Karena itu kami minta Kapolri ikut memantau, bila perlu turun tangan agar prosesnya berjalan dengan adil dan benar," tegas Andre dalam keterangannya, Senin (23/10/2017).
Andre yang juga mantan pengurus Badan Pimpinan Pusat (BPP) HIMPI mengungkapkan, organisasi HIPMI di Sumbar bisa tercoreng jika ada pihak yang mengakui sertifikat Diklatda milik Iqra adalah asli.
Sementara yang bersangkutan diketahui tidak mengikuti Diklatda sebagaimana diklaim dalam sertifikatnya.
Dikatakan bahwa banyak pengurus BPD HIPMI Sumbar dan Panitia Diklatda mengetahui persis gelaran Diklatda sebagaimana data dalam sertifikat Iqra Chissa.
Dikatakan Andre bahwa dari dokumen daftar peserta, daftar absensi hingga formulir pendaftaran peserta Diklatda tidak ada nama Iqra dan ini juga diperkuat dari keterangan saksi - saksi mulai dari Ketua Panitia sampai para peserta yang menyebutkan bahwa saudara Iqra tidak mengikuti Diklatda.
Bahkan Badan Pimpinan Cabang (BPC) HIPMI Padang atau pun Solok Selatan asal saudara Iqra lanjut Andre, tidak memberikan rekomendasi terhadap keikutsertaan Iqra dalam Diklatda.
Rekomendasi ini merupakan salah satu syarat anggota HIPMI untuk mengikuti Diklatda mewakili BPC.
Semua dokumen ada sebagai alat bukti lengkap kami miliki sebagai bukti bahwa saudara Iqra tidak mengikuti Diklatda, tegas Andre
"Setiap peserta harus ada rekomendasi Badan Pimpinan Cabang asal dari anggota, itu pun tidak ada. Dokumentasi foto bersangkutan dalam Diklatda juga tidak ada, aneh," kata Andre.
"Dugaan sertifikatnya palsu itu sangat kuat. Terus tiba-tiba dia punya sertifikat Diklatda, padahal peserta yang mengikuti pelatihan belum ada yang mendapatkan sertifikat. Kami minta bapak Kapolri turun tangan, jangan sampai kasus ini jadi preseden," sambungnya.
Andre merinci kejanggalan lainnya berupa tandatangan pada sertifikat Iqra oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum. Padahal, sertifikat Diklatda semestinya ditandatangani oleh Ketua Umum, Sekretaris Umum dan panitia atau Ketua Pelaksana Diklatda.
Berikut lokasi Diklatda seharusnya di Padang Besi, namun dalam sertifikat Iqra ditulis di Auditorium Gubernuran.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra itu menambahkan, jika kepolisian masuk angin dalam memproses kasus dugaan pemalsuan Iqra, ia berencana menyampaikan kasus tersebut ke Komisi III DPR RI.
Yakni untuk meminta pertanggungjawaban penegakan hukum di tubuh kepolisian.
"Marwah HIPMI Sumbar harus diselamatkan, jika tetap saja masuk angin tidak menutup kemungkinan kami menggunakan jalur politik ke Komisi III DPR untuk meminta penjelasan Polri. Bagaimanapun penegakan hukum harus transparan dan berkeadilan," demikian Andre.