TRIBUNNEWS.COM, TULUNGAGUNG - Dengan riang Anggraini Dewi Setiawan (12) membantu ibunya, Lesiyanti (29) melayani pembeli di toko.
Senyumnya mengembang setiap kali diajak berbicara.
Namun keceriaannya sontak hilang, saat ada yang berbicara soal sekolah.
Baca: Cewek Daun Muda Mantan Alexis Ada yang Pindah ke Palembang Tetap Tawarkan Pijat Plus
Baca: Rumah Lapis Besutan Anies Sandi Dianggap Sebagai Konsep Tak jelas
Matanya mulai berkaca-kaca. Dewi dan adiknya, Anggraini Putri Setiawan (10) memang putus sekolah.
Keduanya tidak bisa melanjutkan sekolah, karena orang tuanya tidak punya dokumen kependudukan sama sekali.
Saat ditanya apakah ingin bersekolah lagi, Dewi hanya mengangguk pelan.
Menurut sang ayah, Heru Budi Setiawan (41), tiga tahun lalu dua anaknya pindah sekolah dari Tulang Bawang, Lampung.
Namun karena tanpa dokumen kependudukan, Dewi dan Putri hanya dititipkan.
“Istilahnya hanya dititipkan. Jadi ikut pelajaran seperti siswa pada umumnya, tapi waktu kenaikan kelas tidak dinaikan,” ungkap Budi, saat ditemui di rumahnya, di Dusun Mongkrong, Desa Winong, Kecamatan Kalidawir.
Secara prestasi akademik, Dewi dan Putri dianggap bisa mengikuti pelajaran.
Namun karena tidak mungkin naik kelas, keduanya memilih keluar.
Kini kegiatan keduanya hanya bermain dan membantu orang tuanya menjaga toko kecil yang mereka buka.
Sesekali Budi mengikutkan Dewi kursus Bahasa Inggris.
Terhitung sudah satu setengah tahun dua kakak beradik ini tidak lagi mengenyam pendidikan formal.
“Percuma juga di sekolahkan, karena tidak akan naik,” ucap Budi.
Enam Kali Diusir
Budi berkisah, dirinya lahir di Blitar namun dibawa ke Lampung saat usia satu tahun.
Sementara ibunya asli Dusun Baran, Desa Banyuurip, Kecamatan Kalidawir.
Saat menikah dengan Lesi tahun 2005, keduanya menetap di Palembang. Kemudian pindah kerja lagi ke Lampung.
Tahun 2013 dirinya pulang ke Baran, saat ibunya meninggal dunia. Saat itulah Dewi dan Putri ikut pindah sekolah.
Saat berpindah-pindah itulah Budi mengaku tidak pernah mengurus dokumen kependudukan.
“Saya juga pernah dibuatkan paspor palsu oleh tekong dengan nama Satriya Budi Setiawan. Paspor palsu itu dipakai untuk masuk ke Kinabalu Malaysia,” ucap Budi.
Awalnya Budi dan keluarga sempat tinggal di Dusun Baran.
Namun karena konflik keluarga, setahun lalu Budi pindah ke Dusun Mongkrong, tempatnya saat ini berada.
Budi menempati sepetak tanah milik orang lain yang menolongnya.
Namun karena tidak punya dokumen kependudukan, Budi dicurigai perangkat desa dan penegak hukum.
Budi bahkan pernah dicurigai sebagai bagian dari kelompok radikal ISIS.
Bahkan sudah enam kali Budi diusir.
“Sebenarnya saya mau mengurus dokumen, tapi mulainya dari mana? Karena di Lampung saya sudah tidak diakui, sementara di sini pemerintah desa tidak mau menerbitkan surat keterangan,” tutur Budi.
Budi berharap dirinya dibantu untuk membuat dokumen kependudukan.
Namun yang lebih penting dari itu, ia berharap dua anaknya bisa kembali bersekolah.