TRIBUNNEWS.COM, AMLAPURA - Suasana di Pos Pantau Gunung Api Agung di Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem, Selasa (28/11/2017) siang, sempat tegang.
Sekitar pukul 13.30 Wita, alat seismograf Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekam tremor overscale atau tremor dengan amplitudo melebihi alat ukur seismograf dengan amplitudo maksimum 23mm.
Kondisi itu pun membuat Tim PVMBG sempat panik.
Seorang petugas PVMBG lalu keluar dari ruang pengamatan dan meminta masyarakat dan wisatawan yang kebetulan memenuhi Pos Pantau untuk melihat kondisi Gunung Agung, untuk menjauh sementara dari pos pantau.
Baca: Breaking News: 11 Tewas Tertelan Banjir di Pacitan
Baca: Guru Honorer Cantik Ini Nyambi Jadi Biduan Kampung
Kepala Bidang Mitigasi PVMBG, I Gede Suantika, menjelaksan tremor overscale tersebut terjadi sekitar pukul 13.30 Wita hingga 14.00 Wita.
Tremor ini baru pertama kali terjadi, selama Gunung Agung mengalami krisis beberapa bulan terkahir.
Erupsi magmatik Gunung Agung selama krisis pun terjadi dalam periode tremor tersebut.
Tremor ini menandakan gunung Agung memasuki fase kritis menuju letusan yang lebih besar.
"Tremor overscale ini menandakan ada volume material yang sangat besar, dan berusaha keluar untuk memenuhi kawah," kata Suantika kepada awak media di Pos Pantau Gunung Api Agung, kemarin.
Tremor overscale terus menerus tersebut, kata Suantika, mengindikasikan Tohlangkir --sebutan orang Bali untuk Gunung Agung-- tak lama lagi bakal mengalami letusan besar.
“Hanya kita belum tahu kapan. Indikasinya untuk terjadi letusan yang lebih besar sudah kuat. Jika terjadi letusan, volume yang keluar lebih besar,” jelasnya.
Ada dua letusan yang kemungkinan akan terjadi, pertama letusan efusif yang mana magma cepat memenuhi kawah dan meluber keluar gunung menjadi lahar panas dan diikuti dengan awan panas guguran.
Sementara kemungkinan kedua terjadi letusan eksplosif yakni letusan besar mengelontarkan material disertai awan panas.
"Ini yang kita takuti tadi. Kita khawatir magma sudah dangkal di kawah, tiba-tiba ada jumlah magma dengan volume besar keluar secara barengan. Ini yang nanti jadi eksplosif. Ini yang tadi bikin kami (PVMBG) agak panik, sehingga kami minta warga menjauh dari pos pantau," kata Suantika, ahli vulkanologi asal Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Buleleng.
Gunung Agung memiliki dua karakter atau tipe letusan, eksplosif dan efusif.
Hal ini mengacu pada letusan tahun 1963, yang berlangsung hampir setahun sejak 16 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964 dengan ditandai dua kali letusan dahsyat.
Suantika pun menyebut letusan selama setahun seperti tahun 1963 ini pun sangat berpotensi kembali terulang tahun ini.
"Sangat ada kemungkinan jika erupsi berlangsung selama setahun dengan mengacu riwayat letusan tahun 1963," tandasnya.
Tim PVMBG pun akan mempertimbangkan perluasan zona bahaya.
Saat ini zona bahaya berada di radius 8-10 kilometer.
Kemungkinan akan diperluas sampai radius 9-12 kilometer.
"Melihat kondisi Gunung Agung saat ini, saya kira impact-nya akan luas. Kita lihat perkembangan dulu, nanti kita akan pertimbangkan perluasan zona bahaya," jelas Suantika.
Pejabat Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho sebelumnya menyebut potensi letusan Gunung Agung yang lebih besar segera terjadi.
Potensi ini teramati dari peningkatan status Gunung Agung dari Siaga menjadi Awas.
Lontaran Batu
Setelah Tohlangkir mengalami tremor overscale, PVMBG menerima informasi adanya lontaran batu di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem, atau di lereng utara Gunung Agung.
Sebelumnya, lontaran batu itu juga sempat heboh di media sosial.
"Kita terima informasi sudah ada lontaran batu di wilayah Dukuh, atau di sisi utara Gunung Agung," kata Suantika, sembari meyakinkan info tersebut A1.
Ia menjelaskan, lontaran batu tersebut berjarak 4 km dari kawah Gunung Agung.
Besar batu yang dilontarkan sekitar sebesar kepalan tangan orang dewasa, dan memiliki panas sekitar 500 drajat celcius saat baru terlontar dari kawah.
"Ini menandakan erupsi hari ini lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Jika sebelumnya hanya melontarkan abu, kali ini sudah keluar material beratnya," ungkap lulusan S1-S3 ITB Bandung jurusan geofisika ini.
Situs Magma Var Kementrian ESDM juga melaporkan terjadinya erupsi di Gunung Agung yang disertai lontaran batu di daerah Desa Dukuh pada pukul 15.00 Wita.
Menteri ESDM Ignasius Jonan kemudian mengirimkan foto lontaran batu di udara itu ke sejumlah media.
Foto itu, menurut Jonan, diambil dari Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem.
Setelah ramai dilaporkan adanya lontaran batu tersebut, Camat Kubu I Made Suartana bersama Kapolsek Karangasem, AKP I Made Suadnyana, mendatangi Desa Dukuh untuk memastikan informasi tersebut.
Camat bersama Kapolsek Kubu, dan Babinsa naik ke Desa Dukuh pukul 17.00 Wita, dan turun sekitar pukul 18.30 Wita.
Hasil pantauan ke lokasi, tak ditemukan adanya tanda-tanda hujan batu atau kerikil.
Bekas kerikil di rumah warga dikatakan tidak ada.
"Tadi naik sampai ketinggian 5 kilometer. Tak ada tanda-tanda hujan kerikil. Pekarangan rumah warga bersih, tak lihat ada kerikil dan bebatuan," ujar Suartana saat dikonfirmasi tadi malam.
Desa Dukuh masuk KRB III.
Warganya semua mengungsi di Tembok, Buleleng.
Tak ada seorang pun warga yang tinggal di pemukiman.
"Tadi kosong sekali di lokasi. Tidak ada tanda-tanda hujan kerikil. Batunya dingin semua. Di Dukuh Desa Ban juga tidak ada hujan kerikil kata perbekelnya," tambah Suartana.
Kapolsek Suadnyana juga memastikan tak ada hujan kerikil di Dukuh.
"Sampai ke Pura Puncak Sari tadi, tapi kita tak temukan ada kerikil. Saya sama lima anggota ke lokasi," ungkapnya.
Mantan Kasatlantas Polres Karangasem ini mengaku keliling desa untuk memastikan info tersebut.
Warga yang tinggal di bawah Desa Dukuh, kata dia, juga mengaku tak pernah lihat ada lontaran kerikil dari gunung.
"Kalau hujan abu iya," tandasnya.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika kemudian menegaskan informasi lontaran batu tersebut tidak benar.
Penegasan tersebut disampaikan Gubernur Pastika setelah melakukan koordinasi dengan Kapolda Bali serta Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali dan pihak terkait lainnya saat melakukan video conference dengan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di ruang EOC Bandar Udara Ngurah Rai, Tuban, Badung.
"Saya ingin menyampaikan kalau kabar telah terjadi hujan batu itu tidak benar. Tidak ada hujan batu, tadi Pak Kapolda sudah mengintruksikan Kapolsek Kubu untuk memastikan apakah benar ada hujan batu, dan ternyata itu tidak ada. Sampai saat ini Gunung Agung masih mengeluarkan abu vulkanik setinggi hampir 4000 meter," kata Pastika. (Eka Mitra Suputra)