News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Erupsi Gunung Agung

Gunung Agung Enam Kali Alami Tremor Melebihi Skala Ukuran, Apa Kata PVMBG?

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Banjir lahar dingin kembali menerjang Sungai Yeh Sah, Rendang, Karangasem, Bali, Kamis (30/11/2017). Banjir yang kian membesar Pukul 10.14 Wita, menjadi tontonan warga setempat. TRIBUN BALI/I NYOMAN MAHAYASA

TRIBUNNEWS.COM, AMLAPURA - Meski aktivitas kegempaan vulkanik cenderung menurun, namun tremor overscale kembali terjadi di Gunung Agung, Sabtu (2/12/2017).

Disebut tremor overscale karena tingkat tremornya sudah melebihi ukuran dalam skala di seismograf (alat pencatat gempa).

Tercatat melalui seismograf, overscale kemarin terjadi pada pukul 14.43 Wita.

Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, I Gede Suantika menyatakan, overscale yang terjadi kemarin lebih pendek dibandingkan tremor overscale pada 28 November 2017 lalu.

"Tanggal 2 Desember 2017 kami mencatat adanya tremor overscale. Sama seperti tanggal 28 November 2017 lalu. Tapi bedanya, yang sekarang lebih pendek. Tanggal 28 November itu memang yang paling lama, 30 menit. Kalau sekarang cuma 22 menit. Tremor overscale hari ini terjadi sekitar pukul 14.34 Wita," jelas Suantika kemarin.

Baca: Asap di Puncak Gunung Agung Semalam Nyaris Tak Teramati

Kembali terjadinya tremor overscale, kata Suantika, menandakan ada volume magma yang keluar dari bawah ke kawah lebih besar.

"Arti overscale ini, ada volume magma yang keluar ke kawah lebih besar. Jadi masih berlangsung. Suplai magma dari kawah itu masih berlangsung," jelasnya.

Mengenai tremor overscale tanggal 28 November yang disertai lontaran batu hingga radius 1 km sampai 2 km dari kawah, Suantika menjelaskan bahwa pada saat itu memang kepulan abu sedang tinggi.

"Sangat besar. Aliran lava yang menyertainya sangat banyak, jadi abu yang menyertai juga sangat banyak. Saat itu tiba-tiba ada suplai yang besar lagi. Itu yang menyebabkan terjadinya lontaran batu. Dan kami sepintas melihat di CCTV yang dipasang di Bukit Asah, memang ada sedikit percikan material padat yang terlontar ke udara, setelah itu turun ke kawah," imbuhnya.

Baca: Empat Anggota Keluarga yang Terkubur Longsor di Pacitan Berhasil Dievakuasi

Apakah overscale kemarin juga mungkin melontarkan material padat, Suantika menyatakan hal itu belum terdeteksi karena kondisi Gunung Agung hanya mengeluarkan asap putih tebal pada Sabtu kemarin.

"Sekarang kondisinya agak kalem, tidak ada kepulan abu, hanya asap putih tebal. Belum ada tanda-tanda abu mau naik lagi. Tapi yang jelas suplai magma lebih besar daripada kemarin," terangnya.

Suantika mengungkapkan, semenjak ditetapkan status Awas (Level IV), hingga kini tercatat enam kali tremor overscale.

"Hampir setiap hari tercatat. Overscale tercatat sudah keenam kali. Jadi overscale ini terkait dengan pengisian volume kawah. Magma kawah diperkirakan terisi kurang dari 50 persen dari volume total kawah. Sedangkan volume total kawah kurang dari 60 juta meter kubik," ujarnya.

"Kemarin sebelum ada lava, terukur volume kawah sekitar 60 juta meter kubik. Sekarang kan kurang dari 50 persen yang terisi, ya sekitar 30 juta meter kubik," lanjutnya.

Ditanya tentang prediksi kapan kawah akan terisi penuh, Suantika menyatakan, kemungkinan kawah terisi penuh sekitar 10 hari ke depan. "Mungkin sekitar 10 harian," ucapnya.

Apakah ada gunungapi lain yang alami tremor overscale lebih dari lima kali? Suantika menjawab, Gunung Sinabung mengalami lebih dari lima kali overscale.

"Dulu Gunung Sinabung. Sebelum lavanya tumpah keluar, Gunung Sinabung overscale lebih lima kali. Kasusnya sama dengan Gunung Agung," jawab Suantika.

Baca: Lima Masjid di Kota Malang Sempat Terindikasi Tempat Berkembangnya Paham Radikal

Terkait gempa yang terjadi pada Jumat (1/12/2017) malam dengan skala 3,5 Richter, kata Suantika hal itu berkaitan dengan aktivitas vulkanik dan tektonik.

"Ini sangat berkaitan. Gempa tektonik itu masih di seputaran Gunung Agung. Dari September, Oktober sampai November, gempa tektonik lokal masih terdeteksi di utara Gunung Agung. Jadi diantara celah Gunung Abang dan Gunung Agung. Arah pusat-pusat gempa itu ke timur laut barat daya. Tapi sekarang melewati Kubu, Tianyar. Gempanya masih di sekitar sana semua," paparnya.

Terbangkan Drone
Dengan masih tingginya aktivitas Gunung Agung, pihak PVMBG berencana akan menerbangkan pesawat tidak berawak (drone).

Namun dikatakan Devy, pihaknya masih akan memperbaiki kondisi drone pasca berhasil diterbangkan beberapa waktu lalu.

Gunung Agung terpantau masih mengeluarkan material dari dalam kawahnya dilihat dari Bukti Abang, Karangasem, Bali, Kamis (30/11/2017) pukul 03.00 WITA. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) aktivitas vulkanik Gunung Agung hingga hari ini belum menunjukan penurunan. TRIBUN BALI/I NYOMAN MAHAYASA (TRIBUN BALI/I NYOMAN MAHAYASA)

"Kami masih memperbaiki kondisi drone yang sukses mengambil gas. Ini masih kami rencanakan, mudah-mudahan minggu depan," ujar Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana.

Penerbangan drone itu, kata Devy, untuk mengambil visual Gunung Agung secara keseluruhan.

"Kami berusaha mengambil semua. Mengambil visual dan gas. Kalaupun hanya terambil visual saja, itu sudah sangat bermanfaat untuk memonitor kondisi lava di permukaan," ucapnya.

Mengenai teramatinya garis berwarna cokelat di lereng gunung, Devy menerangkan bahwa guratan-guratan berwarna abu-abu yang terlihat dari puncak sampai ke bawah adalah material debu vulkanik yang terbawa oleh hujan.

"Kita lihat ada semacam guratan-guratan berwarna abu dari puncak sampai ke bawah, itulah material abu yang terbawa oleh hujan. Kalau sebelumnya kan tidak ada. Sementara pemantauan dari tim kami di lapangan, abu melanda wilayah puncak. Jatuhan abu ini sudah melanda wilayah puncak," terangnya.

Ia menambahkan, material abu yang jatuh itu memang berdampak merusak tanaman, bahkan bisa menghanguskan jika jatuh dalam jarak yang relatif lebih dekat ke kawah.

"Jadi dampak langsung dari abu ini berupa rusaknya lahan. Kalau misalnya material terkumpul dalam satu aliran sungai, dan ia terbawa oleh hujan, sehingga menjadi lahar hujan. Kalau misalnya terbawa jauh, itu bisa menganggu manusia. Sehingga masyarakat harus mempersiapkan diri dengan masker dan alat penutup mata. Karena partikel abu vulkanik bersifat korosif dan juga iritasi untuk mata, kulit dan juga sistem pernafasan," imbaunya.

Devy melihat, jangka pendek abu menjadi bencana. Artinya tanaman rusak, dan lahan tidak bisa lagi digunakan. Tapi kalau melihat jangka panjang, ini adalah satu investasi karena tanah menjadi subur dan masyarakat akan mendapat manfaatnya.

"Artinya kalau proses erupsi ini sudah selesai, tidak ada lagi hujan abu. Abu akan terbawa oleh hujan, terserap tanah. Abu ini adalah mineral yang datang dari perut bumi. Mineral yang datang dari perut bumi ini mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk menentukan vertilitas dari tanah. Ke depannya ini akan menjadi tanah yang subur," jelas Devy.(can)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini