TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Ita Diana, ibu rumah tangga asal Kota Batu menjual ginjalnya senilai Rp 350 juta demi melunasi utang-utangnya.
Namun setelah menjalani operasi transplantasi, perempuan itu hanya mendapat uang Rp 70 juta dari orang yang telah menerima ginjal tersebut.
Kepada wartawan yang menemuinya, Ita mengatakan bahwa setelah menagih sisa uang penjualan ginjal, dia sempat mendapat tambahan Rp 2,5 juta, lalu Rp 1,5 juta dari sosok Erwin.
Erwin adalah orang yang menerima ginjal dari Ita.
Operasi transplantasi ginjal itu, lanjut Ita, melibatkan seorang dokter R dari RSUD Saiful Anwar.
"Saya sebenarnya tidak kenal Pak Erwin. Yang mengenalkan adalah dr R," jelas Ita kepada wartawan, Kamis (21/12/2017).
Beban Ekonomi
Ita mengatakan, keputusan untuk menjual ginjalnya tersebut terpaksa diambil karena beban ekonomi.
"Hidup saya awalnya tidak ada masalah. Kemudian hidup saya jatuh dan terlilit banyak utang," ujar Ita yang mengaku lelah terus menerus dikejar tagihan utang.
Lalu bagaimana dia bisa mendapat tawaran menjual ginjal?
Diceritakan Ita, suatu saat dia ada di RSUD Saiful Anwar untuk menengok dan menjaga temannya yang sakit. Selama menjaga temannya itu, dia tidak berani pulang karena takut ditagih utang.
Karena khawatir keluarganya terganggu, ia memilih bertahan di mushola RS bersama pengunjung lainnya.
"Saya tidak berani pulang ke rumah," jelas Ita.
Selama di rumah sakit, ia kenal staf dan perawat-perawat di sana.
Kepada orang-orang itulah dia menceritakan bebannya yang berat.
Suatu saat, orang yang mengetahui bebannya, mengajak Ita ke ruang Hemodialisa.
"Staf itu menyatakan daripada hidup ibu putus asa, lebih baik berguna buat orang lain," kenangnya.
Beberapa hari kemudian, dia dipertemukan dengan dokter berinisial R. Dokter inilah yang mempertemukan Ita dengan sosok bernama Erwin yang membutuhkan transplantasi ginjal.
Tanpa pikir panjang, Ita menyetujui untuk menyerahkan ginjalnya. Seminggu kemudian Ita bertemu dr R, Erwin dan istrinya.
"Sebenarnya orang-orang di RS sudah mengingatkan saya perlunya hitam di atas putih. Saya ikuti saran mereka dengan bilang ke istrinya Pak Erwin," tutur dia.
Kepada istri Erwin itu, Ita menyatakan bahwa ia tidak menjual organnya. Namun ia juga punya kebutuhan.
"Saya ingin bapak (Erwin)sehat. Namun saya juga ingin masalah saya diselesaikan bapak," kata Ita ke istri Erwin.
Kemudian, disepakatilah perjanjian yang ditandatangani oleh Ita.
Dalam perjanjian itu, sepanjang yang dia ingat, ada poin yang menyebut bahwa apabila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan, itu di luar tanggung jawab RS.
"Saya hanya sekali saja tanda tangan," jelas Ita Diana.
Operasi dilakukan pada 25 Februari 2017 di RSSA. Diakui Ita, saat operasi tidak ada persetujuan keluarganya sama sekali. Ia sempat ditanya soal keberadaan suaminya, namun dijawabnya bahwa sang suami sedang bekerja.
"Saya tidak punya bukti apa-apa. Kuitansi saja tidak ada," paparnya.
Seminggu sebelum operasi ia sempat diinapkan di hotel dengan uang saku Rp 75.000 per hari. Setelah operasi hingga tiga bulan, tak ada kabar sisa pembayaran hutangnya.
Pasca operasi, ia hanya diberi vitamin. Penagihan sisa uang ke Erwin juga tak sesuai harapan. Sebaliknya, Ita malah mendapat makian dan diancam akan dibawa ke jalur hukum karena tak ada bukti hitam di atas putih.
Karena itu ia berusaha menemui dr R dan menceritakan hal itu.
Oleh dokter, Ita malah disuruh mengiklaskan dan menunggu Erwin melunasinya.
Karena buntu, ia akhirnya buka suara.Sejak tiga hari lalu, ia didampingi kuasa hukum Yassiro Ardhana Rahman SH MH.
"Harapan saya, tanggungan saya lunas dan bapak Erwin sehat," paparnya.