Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, PURBALINGGA - Industri rambut palsu berskala internasional di Kabupaten Purbalingga terus bergeliat.
Industri rambut di Purbalingga bahkan disebut terbesar di dunia setelah kota Guangzo di China.
Keberadaan industri itu membawa keuntungan tersendiri bagi daerah karena mampu menyerap puluhan ribu tenaga kerja hingga ke pelosok desa.
Bupati Tasdi pernah menyebut, pekerja yang terserap di industri rambut dan bulu mata palsu di Purbalingga mencapai angka 60 ribu orang. 95 persen di antaranya adalah tenaga kerja wanita.
Mereka bukan hanya bekerja di perusahaan, namun sebagian mengerjakannya di rumah lalu disetor ke pengepul.
Pemandangan di desa-desa di Purbalingga beda dari desa umumnya di daerah lain.
Teras-teras rumah diramaikan ibu rumah tangga yang duduk meringkuk menganyam bulu mata atau rambut palsu.
Baca: Wanita ini Selalu Pakai Wig Bertahun-tahun, Akhirnya Ungkapkan Rahasia di Balik Rambut Palsunya itu
Sembari bekerja, mereka sesekali mengumbar canda, meski mata dan tangannya tetap serius.
Sumarti, ibu rumah tangga asal Desa Tlahab Lor bersyukur menjadi pengrajin bulu mata palsu di desanya. Ia bekerja kepada Penanam Modal Asing (PMA) di desanya dan memperoleh uang dari hasil pekerjaannya.
Dari hasilnya bekerja, ia mengaku bisa menyekolahkan anaknya dan memasukkannya ke Pondok Pesantren di Wonosobo. Ia juga bisa meringankan beban finansial suami untuk menghidupi keluarga.
Ia berharap industri ini terus berjalan karena telah menjadi tumpuan hidup masyarakat pedesaan.
“Pekerjaan ini agar terus ada. Karena dengan ini bisa membantu suami,”kata Sumarti, Sabtu (20/1)
Di Desa Tlahab Lor Kecamatan Karangreja, terdapat tiga PMA, yakni PT Midas, PT Royal Korindah dan PT Indokores yang mampu menyerap ratusan pekerja wanita desa.
Kepala Dusun Tlahab Desa Tlahab Lor Teguh Sugiyanto mengatakan, keberadaan PMA di desanya cukup membantu mendongkrak ekonomi rakyat.
Sebelum industri ini masuk, lazimnya desa lain, perekonomian desa Tlahab hanya mengandalkan sektor pertanian. Kondisi itu berubah usai industri rambut dan bulu mata palsu masuk ke desa. (*)