News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tepergok Sedang Mengurug Jasad Bayi, Alex Bilangnya Kuburkan Kucing

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berbaju tahanan, Alex Kumaedi (22) dan Irene Evangelista (20), pasangan asal Sidoarjo, diamankan di Polres Sidoarjo Kota.

TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Pasangan Alex Kumaedi (22) dan Irene Evangelista (20) akan menikah pada Maret 2018 mendatang. Namun, sebelum tenda dan pelaminan digelar, Irene telah mengandung anak Alex selama enam bulan.

Merasa malu ketika nanti menikah dalam keadaan hamil besar, pasangan asal Taman ini berpikiran pendek untuk menggugurkan bayi tersebut.

Kasatreskrim Polresta Sidoarjo, Kompol M Harris, mengatakan pada 16 Januari 2018 lalu pasangan ini menyewa hotel di kawasan Bungurasih.

"Hotel ini dijadikan tempat pasangan ini untik menggugurkan kandungan," kata Harris saat menggelar rilis kasus perkara, Selasa (23/1/2018).

Baca: Jeritan Hati Sang Ayah yang Putrinya Tewas Usai Berhubungan Badan Dengan Pacar

Alex dan Irene menginap dua hari. Selama waktu itu, Irene mengonsumsi obat penggugur kandungan merek 'G' yang dibeli secara online seharga Rp 3 juta.

Sebanyak 15 butir pil tersebut dikonsumsi Irene selang tiga jam sekali. Akhirnya, bayi tersebut kemudian keluar dari dalam rahim Irene yang persalinannya dibantu pasangannya.

"Bayi tersebut sudah dalam keadaan meninggal dalam kandungan akibat obat yang dikonsumsi. Bayinya berjenis kelamin perempuan," sambungnya.

Setelah aborsi, Alex kemudian mencari tempat untuk menguburkan bayinya. Alex berinisiatif mengubur bayi tersebut di dekat tempat kontrakannya di sekitar Desa Tawangsari, Taman.

Bayinya dimasukan ke dalam kardus, sembari Alex mencari tempat yang pas untuk mengubur.

Alex memutuskan untuk mengubur di sebuah sawah milik warga. Namun, seorang warga di sana meneriaki Alex dan bertanya 'mau apa'.

Alex menjawab mau menguburkan kucing. Namun, warga itu curiga karena gelagat Alex yang pucat pasi karena ditemui warga.

Warga tersebut langsung mengambil kardus itu dan kaget bahwa di dalamnya merupakan jabang bayi yang sudah meninggal.

"Tersangka Alex lari menggunakan motor dan menuju rumah temannya di sekitar sawah. Namun, warga melihat tersangka masuk ke rumah itu dan langsung menggerebeknya. Dari sini kasus ini terbongkar," paparnya.

Alex dan Irene dikenai Pasal 77A Ayat 1 UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang ancaman hukumannya 10 tahun penjara.

Dalam kurun waktu 20 hari di awal tahun telah ada tiga kasus pembuangan bayi di Sidoarjo.

Harris mengungkapkan selain kasus Alex dan Irene juga ada kasus pembuangan bayi di Prambon dan Tanggulangin.

Harris membeberkan pada 2017 lalu terdapat sembilan kasus pembuangan bayi. Di antara sembilan kasus itu, hanya satu kasus yang terungkap, yaitu kasus di Desa Bendotretek, Prambon.

"Dari sembilan kasus, enam bayi dalam keadaan meninggal," bebernya.

Harris menyatakan kesulitan mengungkap kasus pembuangan bayinadalah minimnya saksi. Yang baru terungkap di Taman ini karena warga memergoki tersangka.

"Motif para pelaku yang terungkap karena anak yang dilahirkan itundari hubungan gelap," ujarnya.

Sementara itu, Kepala UPT Pelayanan Sosial Anak Balita (PSAB) Dinsos Jatim di Sidoarjo, Ilonka Suksmawati, menyebut adanya tren kasus pembuangan anak di Jatim tiap tahunnya. Kecenderungan kenaikan tren ini dimulai sejak 2013 lalu.

Ilonka membeberkan, pada 2015 pihaknya menerima 31 anak balita yang dibuang.

"Pada 2016 naik menjadi 49 anak, sedangkan pada 2017 lalu turun satu menjadi 48 anak. Namun memang trennya menjngkat," imbuh Ilonka.

Ilonka mengungkapkan yang terbaru pihaknya menerima balita dibuang asal Madiun pada 13 Januari lalu. Untuk Sidoarjo yang pada awal tahun ini ada tiga kasus anak dibuang, pihaknya tidak bisa menerimanya.

Ilonka menerangkan kasus pertama telah ditemukan keluarga bayi sehingga tidak bisa diambil. Kasus yang tadi siang dirilis Polresta Sidoarjo si bayi meninggal.

"Untuk kasus pembuangan yang di Tanggulangin yang ditemukan bersama empat ekor kucing masih ada di RSUD Sidoarjo. Bayi tersebut terkena cakaran kucing dan dokter RSUD mendeteksi bayin tersebut terkena virus," ungkapnya.

Ilonka menjelaskan pihaknya tidak bisa serta-merta menerima bayi-bayi kasus pembuangan begitu saja. Rentetan administrasinya panjang dan cenderung jlimet.

Seorang bayi yang dibuang harus sudah ada BAP polisi. Saat ditemukan, bayi tersebut juga harus sudah dicek kesehatan dan dinyatakan tidak menderita sakit apapun.

Tak cukup di situ, pihak Dinsos setempat harus mengeluarkan berita acara, baru pihaknya bisa mengambil bayi tersebut.

Umur bayi ditentukan dari saat ditemukan. Pun mengenai agama si bayi, ditetapkan berdasarkan mayoritas agama masyarakay di lokasi bayi itu dibuang.

"Ini penting untuk proses adopsi," paparnya.

Pihaknya memiliki data daerah-daerah yang banyak kejadian pembuangan bayi. Namun, Ilonka merahasiakan daerah-daerah itu dengan alasan administrasi.

"Motif para pelaku yang terungkap karena anak yang dilahirkan itundari hubungan gelap," ujarnya.

Sementara itu, Kepala UPT Pelayanan Sosial Anak Balita (PSAB) Dinsos Jatim di Sidoarjo, Ilonka Suksmawati, menyebut adanya tren kasus pembuangan anak di Jatim tiap tahunnya. Kecenderungan kenaikan tren ini dimulai sejak 2013 lalu.

Ilonka membeberkan, pada 2015 pihaknya menerima 31 anak balita yang dibuang.

"Pada 2016 naik menjadi 49 anak, sedangkan pada 2017 lalu turun satu menjadi 48 anak. Namun memang trennya menjngkat," imbuh Ilonka.

Ilonka mengungkapkan yang terbaru pihaknya menerima balita dibuang asal Madiun pada 13 Januari lalu. Untuk Sidoarjo yang pada awal tahun ini ada tiga kasus anak dibuang, pihaknya tidak bisa menerimanya.

Ilonka menerangkan kasus pertama telah ditemukan keluarga bayi sehingga tidak bisa diambil. Kasus yang tadi siang dirilis Polresta Sidoarjo si bayi meninggal.

"Untuk kasus pembuangan yang di Tanggulangin yang ditemukan bersama empat ekor kucing masih ada di RSUD Sidoarjo. Bayi tersebut terkena cakaran kucing dan dokter RSUD mendeteksi bayin tersebut terkena virus," ungkapnya.

Ilonka menjelaskan pihaknya tidak bisa serta-merta menerima bayi-bayi kasus pembuangan begitu saja. Rentetan administrasinya panjang dan cenderung jlimet.

Seorang bayi yang dibuang harus sudah ada BAP polisi. Saat ditemukan, bayi tersebut juga harus sudah dicek kesehatan dan dinyatakan tidak menderita sakit apapun.

Tak cukup di situ, pihak Dinsos setempat harus mengeluarkan berita acara, baru pihaknya bisa mengambil bayi tersebut.

Umur bayi ditentukan dari saat ditemukan. Pun mengenai agama si bayi, ditetapkan berdasarkan mayoritas agama masyarakay di lokasi bayi itu dibuang.

"Ini penting untuk proses adopsi," paparnya.

Pihaknya memiliki data daerah-daerah yang banyak kejadian pembuangan bayi. Namun, Ilonka merahasiakan daerah-daerah itu dengan alasan administrasi.(Irwan Syairwan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini