TRIBUNNEWS.COM, KUTACANE - Seluruh anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Aceh Tenggara resmi diberhentikan dari tugasnya.
Hal itu sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Agara, Raidin Pinim MAP yang mulai diberlakukan, terhitung sejak 1 Februari 2018.
Kasatpol PP dan WH Aceh Tenggara, Zul Fahmi SSos, kepada Serambi, Rabu (7/2/2018) mengatakan, sejak 1 Februari 2018, sebanyak 266 orang personel Satpol-PP yang merupakan penegak Qanun Syariat Islam tidak lagi bekerja.
"Pada tahun ini, hanya 200 anggota Satpol PP yang dikontrak dari seleksi perekrutan yang telah dibuka," katanya.
"Kita menunggu saja hasil perekrutan, tetapi jumlahnya hanya 200 orang karena disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah," kata dia.
Baca: Biasanya Cuma Dua Jam Tapi Josefine Butuh Waktu Dua Bulan Buat Surat Gugatan Cerai Ahok
Dia menyatakan Pemkab Agara telah membuka seleksi tenaga kontrak dan bagi yang diberhentikan juga dapat kembali bertugas sesuai lolos dalam beberapa tahapan ujian.
Zul Fahmi mengakui animo masyarakat melamar jadi anggota Satpol-PP sangat tinggi, dimana seleksi dilaksanakan oleh Sekdakab.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) di gedung DPRK pada Selasa (6/2/2018), Wakil Bupati Bukhari sempat memerintahkan Plt Sekda, Muhammad Ridwan untuk membayarkan gaji Januari 2018 bagi 275 personel Satpol-PP Agara yang bakal diberhentikan.
Dia menyatakan formasi seleksi tenaga kontrak baru Satpol PP juga dibuka, termasuk para tenaga kontrak sebelumnya.
Bukhari menjelaskan formasi baru tenaga kontrak Satpol-PP harus berumur dari 20 sampai 46 tahun.
Baca: Sang Ayah Tak Sanggup Katakan kepada Mukhmainnah Kalau Putri Sudah Tiada
"Anggota Satpol PP sebelumnya diberhentikan sebelum direkrut kembali setelah melalui sejumlah tahapan ujian, mulai dari pembacaan Quran bagi Muslim dan juga narkoba," jelasnya.
Sebelumnya, ratusan personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Aceh Tenggara yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Honorer Satpol-PP merasa kecewa dengan kebijakan Bupati Agara yang memberhentikan tanpa seleksi ulang.
Para personel yang sudah bekerja beberapa tahun sampai puluhan tahun akan segera menjadi pengangguran.
Mereka melakukan demonstrasi ke gedung DPRK Agara, Kutacane, pada Senin (5/2/2018), padahal biasanya mereka menjaga aksi demo para mahasiswa atau masyarakat.
Mereka berjalan kaki sejauh 5 km sambil menyuarakan penolakan diberhentikan jadi anggota Satpol PP/WH yang mendapat perhatian dari masyarakat Kutacane.
Baca: Lika-liku Hukum Tua di Minahasa Utara: Biaya Kampanye Rp 4 Miliar, Gaji Cuma Rp 2 Juta Per Bulan
Untuk mengungkapkan kekecewaannya, mereka membakar baju kebesaran yang selama ini dipakai dalam melakukan razia pelajar bolos, warung miras atau juga menertibkan para pedagang kaki lima.
Mereka menganggap, kinerja selama ini tidak mendapat apresiasi dari pimpinan, bahkan harus dipecat tanpa mengikuti seleksi lagi.
Seorang mantan anggota Satpol-PP Agara yang tidak mau namanya disebutkan kepada Serambi, Rabu (7/2/2018) menyatakan mereka telah bertugas dari 2005 hingga Januari 2018 atau 13 tahun.
Bahkan, sebagian dari mereka sudah masuk tenaga kontrak dengan status K2 dan juga sudah berusia di atas ketentuan untuk mendaftar lagi.
Baca: Bahagianya Sianit Calon Bayinya Laki-laki, Berharap Bisa Meneruskan Perjuangan Guru Budi
"Kami sudah lama mengabdi dan Bupati Agara, Raidin Pinim MAP seharusnya mengkaji ulang atau memprioritaskan mereka dalam perekrutan tenaga baru," katanya.
Disebutkan, angkatan 2005 sampai 2007 di Satpol PP hanya berjumlah 40 orang, selebihnya di atasnya.
"Pak Bupati Agara Raidin Pinim, tolong perhatikan nasib keluarga dan anak kami. Kalau tidak lagi bekerja, dari mana kami mendapat biaya untuk pendidikan anak-anak kami," katanya dengan nada sedih. (as)