TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Pada Rabu (7/2) kemarin, perwakilan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Jawa Tengah bersilaturahmi sekaligus memberikan dukungan kepada keluarga almarhum Ahmad Budi Cahyanto di Sampang Provinsi Jawa Timur.
Rombongan yang dipimpin Sekretaris Umum PGRI Jawa Tengah Muhdi pun dapat bertemu secara langsung dengan istri guru Seni Rupa SMA Negeri 1 Torjun Sampang Jawa Timur itu dan memberikan tali asih.
Selain PGRI Jawa Tengah, ikut dalam rombongan tersebut, perwakilan PGRI Kota Semarang, Solo, Kabupaten Pekalongan, dan Rembang. Di Sampang, juga bergabung para pimpinan PGRI Provinsi Jawa Timur.
Setelah kegiatan di Sampang tersebut, kepada Tribunjateng.com, Jumat (9/2), Muhdi menyampaikan keprihatinan atas musibah yang menimpa almarhum guru honorer tersebut.
Baginya, kasus tersebut sudah menjadi ancaman serius yang perlu disikapi pemerintah di dunia pendidikan.
“Dia adalah guru honorer yang gajinya rata-rata Rp 400 ribu per bulan. Kasus yang menimpa almarhum Budi Cahyanto jadi pelajaran bersama sekaligus jadi pukulan di dunia pendidikan. Ini harus disikapi serius karena sudah jadi ancaman,” tandas Muhdi.
Istilah ancaman itu digunakannya karena melihat keadaan sebagian anak didik (siswa) sudah sangat rentan.
Mereka sudah tidak lagi menggunakan akal pikir jangka panjang, hanya mengedepankan emosional sesaat hingga akhirnya berani melawan siapapun yang dihadapi, tak terkecuali guru mereka.
“Ada masalah sedikit saja, sudah emosi. Ini tidak hanya terjadi di Sampang Jawa Timur. Tetapi sudah berbagai kasus seperti di Kota Semarang, Bandung, bahkan belum lama ini ada anak didik menantang gurunya di Purbalingga. Kalau dibiarkan, bisa rusak dunia pendidikan Indonesia ini,” tandasnya.
Menurutnya, dari berbagai multiefek tersebut, sudah selayaknya para anak didik dapat dikelola, diajar, dididik secara sungguh-sungguh.
Tidak sekadar di lingkungan sekolah, tetapi pula menjadi kewajiban para orangtua serta lingkungannya.
“Kami merasa, keberanian anak-anak sekarang ini, satu di antaranya karena dampak dari media dan pengaruh pergaulan teman sebaya mereka."
"Media yang kami maksud ini adalah dunia yang serba teknologi yang semakin lama semakin sulit dijangkau,” tuturnya.
Jadi, lanjutnya, dari berbagai kasus pendidikan itu, sudah selayaknya pula menjadi momentum untuk bersama-sama menyadari pula.
Pendidikan tidaklah cukup hanya sekadar mengejar intelektualitas, kecerdasan, kompetensi professional. Tetapi juga penguatan karakter.
“Kami sepakat dan akan terus mendorong agar pemerintah mewajibkan seluruh sekolah di berbagai tingkatan untuk memasukkan kurikulum pendidikan karakter menjadi pelajaran wajib, bahkan utama."
"Hal lain, kewajiban dihidupkan kembali forum bersama antara sekolah, orangtua, dan lingkungan masyarakat,” jelasnya.
Wakil Sekretaris Umum PGRI Jawa Tengah Ngasbun Egar menyampaikan, bagaimanapun sikap ataupun tindakan anak sampai ke ranah kriminalitas di dunia pendidikan, satu di antaranya karena pengaruh yang masuk ke dalam diri mereka.
“Itu sebenarnya yang perlu dibendung dan diantisipasi. Pengaruh itu bisa dari manapun dan bentuk apapun, termasuk juga teknologi. Karena itu, forum bersama itu menjadi hal mutlak untuk diintensifkan kembali, jangan sekadar dijadikan formalitas,” tandasnya. (*)