"Semua panitia, kepala desa, BPD dan Camat juga diusut. Jelas uangnya dinikmati siapa saja, jangan cuma satu orang yang sengaja dikorbankan," kata Hermansyah.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam perkara ini Moch Heru Prasetyp didakwa melakukan pungli program nasional pengurusan sertifikat tanah gratis.
Heru ditunjuk sebagai ketua panitia prona atas kesepakatan antara tokoh masyarakat dan perangkat Desa Wonosegoro.
Heru mengatakan, dia dilaporkan oleh warga yang keberatan dimintai uang sebesar Rp 600 ribu.
"Ada yang keberatan penarikan uang Rp 600 ribu untuk pekarangan (tanah kering) dan Rp 750 ribu untuk lahan pertanian," kata Heru.
Heru mengatakan, besaran jumlah uang ini merupakan rujukan dari desa lain sesuai arahan Camat.
"Camat yang mengarahkan, harus ada Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ditanggung masyarakat. Camat tahu, lurah juga tahu. RAB ini untuk pengurusan pengukuran tanah, materai, patok, saksi, biaya penelusuran sejarah tanah. Masyarakat sepakat memborongkan ke panitia," katanya.
Heru juga menyebut besaran pungutan untuk warga yang mengajukan sertifikat tanah itu berdasarkan kesepakatan antara pengurus desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan panitia prona.
"BPD minta 10 persen per sertifikat," katanya.
Untuk prona 2017, Heru mengatakan Desa Wonosegoro mendapat jatah sertifikat gratis sebanyak 653 buah.