Untuk wilayah DIY, leptospirosis sendiri sejatinya bukan jenis penyakit baru, sehingga tidak boleh dipandang sebelah mata.
Bagaimana tidak, pada 2017 lalu, sebanyak 296 warga terserang leptospirosis, dimana kasus terbanyak dijumpai di Gunungkidul.
"Untuk suspect leptospirosis yang meninggal dunia tahun lalu ada 38 jiwa, di seluruh wilayah DIY. Namun, setelah diaudit, ada 20 yang positif," jelas Rini.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, mengatakan, menjaga kebersihan lingkungan menjadi hal yang harus dilakukan, untuk mencegah masuknya virus leptospira sp, yang bisa berdampak pada leptospirosis.
"Penyebabnya kan banyak, ada kubangan air, lingkungan yang tidak bersih. Jadi, ujung-ujungnya ya balik lagi, pada perilaku masyarakat," katanya.
Terlebih, saat musim penghujan seperti sekarang ini, muncul banyak genangan di lingkungan, yang sangat rawan terkontaminasi kotoran tikus.
Lebih lanjut, pihaknya akan mendorong upaya sosialisasi terkait leptospirosis kepada masyarakat luas.
"Sebenarnya (virus) itu kan pindal, pembawanya kotoran tikus. Jadi, di genangan bisa, sawah bisa, bahkan di dalam rumah pun bisa, sepanjang terdapat pindal tikus itu. Makanya, edukasi kepada masyarakat harus ditingkatkan," ungkapnya. (TRIBUNJOGJA.COM)