TRIBUNNEWS.COM -- PENAMPILAN para siswa di Kampoeng Sinaoe mirip anak-anak pesantren. Mayoritas mengenakan sarung dan berbusana muslim.
Tapi jangan ragukan ilmu dan penguasaan teknologi mereka. Mereka akan setara dengan anak di sekolah-sekolah modern.
Sehari-hari mereka berkomunikasi dengan bahasa Ingris. Lihai mengoperasikan komputer, mahir matematika, piawai broadcasting, dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan lain.
Tak cuma keberagamaan dan kepedulian lingkungan juga ditamankan di sini.
Baca: Geger! Ular Putih Raksasa 23 Meter Ditemukan Bersama Ular di Sebuah Gua di Manggarai
Baca: Duh Lelaki Ini Nekat Larikan Gadis di Bawah Umur, Sudah 2 Bulan Tinggal Bersama di Rumah Kontrakan
“Karakter yang paling utama, yang kami usung
disini adalah spirit pesantren,” ungkap Muhammad Zamroni.
Selain belajar bahasa, matematikan, dan teknologi informasi, di sini ditanamkan tentang kebangsaan, kebhinekaan, dan norma-norma ketimuran ala Indonesia.
“Kampoeng Sinaoe ini salah satu tagline-nya adalah belajar tanpa batas ruang dan waktu. Tampilan tradisional tapi visioner,” tukas Azam, panggilan Zamroni.
Azam menyulap ruang menjadi perpustakaan. Berbagai literasi disediakannya. Termasuk kitab-kitab yang biasa digunakan di pesantren. Ia juga kembangkan komunitas seni tari, komik, video grafis, jurnalistik, sinau hijau dan berbagai kegiatan lain.
Setiap Kamis malam, ia gelar pengajian murid. Sedang Rabu malam pengajian bagi guru. Dari 22 guru, sebanyak 99 persen adalah jebolan tempat ini. Ada yang masih kuliah, sudah jadi guru di lembaga formal, dan sebagainya. (M Taufik)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Muhammad Zamroni: Berotak Modern Tanpa Tinggalkan Sarung