Laporan Wartawan Tribun Medan / M Andimaz Kahfi
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja merelease 38 nama anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang jadikan tersangka, dalam kasus suap mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pudjo Nugroho.
Pengamat Politik, Sohibul Anshor Siregar mengatakan hal itu seperti tidak memberikan kepastian hukum, karena sudah beberapa kali terjadi dan pemeriksaan sudah sangat lama sekali.
"Sudah lama kali ini, mau kita acungi jempol atau bagaimana KPK ini, ngerti nggak sekarang masalahnya," kata Sohibul melalui telepon selular, Sabtu (31/3/2018).
Sohibul menambahkan, kejadian ini cukup membingungkan karena awalnya dikasih uang, namun tidak diketahui sumber uangnya.
"Tiba-tiba saat diinterogasi rupanya uang yang diberikan merupakan uang pelicin, mungkin seperti itu keadaan yang terjadi sekarang," katanya.
Ia menilai KPK dalam satu sisi lambat, tapi di sisi lain harus kita acungi jempol.
"Tapi itulah bagaimana sebuah gambaran kekacauan berfikir tentang apa yang dimaksud negara, apa yang dimaksud dengan bangsa dan berfikir. Semuanya penuh penyimpangan," kata Sohibul.
Baca: 2 Maling Ketahuan Saat Beraksi, Terlibat Adu Jotos dengan Warga Medan
Ia mengajak untuk meluruskan bangsa ini, sudah lama sekali kasus itu dan pastilah ini distribusi uangnya ntah dari mana itu uangnya dan untuk apa.
Tapi belakangan baru tahu rupanya itu uang sogokan untuk hal ini, itulah.
"Makanya mereka ramai -ramai mengembalikan uang itu. Jadi bisa kita lihat mereka sebenarnya tidak mempunyai motif apa-apa. Kalau dikasih uang ya oke saja,“ ungkapnya.
Sohibul menuturkan bahwa hal seperti itu masih terjadi di seluruh Indonesia.
UU katanya dibuat dari biaya luar negeri.
Menyogok anggota dewan untuk buat UU migas dan ekonomi. Di Sumut sendiri heboh dengan 38 anggota dewan yang jadi tersangka oleh KPK.
“Ini hal yang beginian sangat memalukan sebenarnya,“ ujar Sohibul.
Terkait 38 anggota dewan Sumut yang jadi tersangka, Sohibul mengatakan sebenarnya tidak ada yang istimewa, karena bisa saja orang yang alim dan baik sekalipun kalau saat itu ada diposisi tersebut pasti akan terlibat.
“Jadi tidak ada istimewanya membicarakan orang-perorangan dari 38 tersangka, berduka kita melihat data itu. Sebagai pengamat politik saya berharap agar kita merekonstruksi apa yang disebut dengan korupsi di Indonesia dan apa fungsi dari KPK,“ ucapnya.
“Yang kecil beginian membuat kita salah arah. Kita kira sudah beres negara ini dibikin oleh KPK. Tapi kita pikir ini bisa jadi peluru dan orientasi baru supaya KPK tidak begini lagi. Harusnya KPK jadi lembaga terkuat untuk memberantas korupsi. Tapi dia malah jadi lembaga terkuat berwacana,“ pungkas Sohibul. (cr9/tribun-medan.com).