TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN ‑Fasilitas layanan kesehatan terus dibangun di wilayah perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara). Tenaga kesehatan bertambah begitu pula alat‑alat kesehatan yang terus memenuhi puskesmas di Pulau Sebatik.
Pemerintah bahkan membangun Rumah Sakit Pratama untuk semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat perbatasan.
Namun, upaya pemerintah meningkatan pelayanan kesehatan tak bisa membendung keinginan warga perbatasan, khususnya di Pulau Sebatik memanfaatkan fasilitas kesehatan di Tawau, Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Menurut sebagian warga perbatasan, fasilitas dan pelayanan di rumah sakit di Tawau lebih memadai, dan akses menuju ke rumah sakit juga lebih dekat. Hal ini menjadi pertimbangan warga yang mengalami sakit parah untuk berobat ke Tawau.
Adi, seorang warga Pulau Sebatik kepada Tribun Kaltim menuturkan, tidak sedikit warga yang masih memilih memanfaatkan pelayanan kesehatan di Tawau daripada harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan.
Dia menceritakan, ada seorang ibu yang sakit keras terpaksa harus dilarikan ke Tawau saat malam hari. "Dari Sebatik kita naik speedboat cuma 15 menit sudah sampai Tawau. Kalau dirujuk ke Nunukan, hampir dua jam baru tiba di RSUD Nunukan," ujarnya.
Aparat di Malaysia juga tidak menyoal legalitas kemigrasian warga yang secara darurat harus dibawa ke rumah sakit di Tawau. "Yang penting didampingi perawat dari sini, itu masuk dulu ke rumah sakit. Urusan surat‑suratnya nanti belakangan," tutur Adi.
Di Malaysia, warga yang berobat juga mendapatkan pelayanan yang sama dengan warga negara setempat. "Kita dilayani dengan baik juga di sana," ujarnya.
Pengalaman tak mengenakkan juga dirasakan pasangan suami istri Ego M dan Ayu memilih memulangkan anaknya Clar Imanuel Hito (1,3). Clar, balita asal Desa Kalam Buku, Kecamatan Lumbis Ogong dirawat di RSUD Malinau setelah didiagnosa menderita gizi buruk tipe marasmus fase stabilisasi H‑2.
Hendi, kerabat balita kelahiran 22 Desember 2016 itu menceritakan, keluarga memilih memulangkan Clar karena tidak mampu menanggung biaya perawatan selama berada di RSUD Malinau.. "Dia tidak punya BPJS," ujarnya.
Sebenarnya, jika pasien merupakan warga Malinau, pembiayaan perawatan pasien tentu menjadi tanggungjawab pemda setempat. Hanya saja, Clar merupakan warga Nunukan yang memilih berobat ke RSUD Malinau.
Di Kecamatan Lumbis Ogong, pemerintah telah membangun sarana kesehatan. Hanya saja, fasilitas yang tersedia belum memungkinkan untuk penanganan kasus‑kasus berat seperti yang dialami Clar.
Clar hanya sekelumit gambaran warga di Lumbis Ogong dan sekitarnya yang lebih memilih berobat di RSUD Malinau ketimbang RSUD Nunukan, ibukota Kabupaten Nunukan.. Kondisi geografis yang lebih dekat dengan Malinau membuat warga lebih memilih berobat ke sana. Meskipun masalah kerap muncul seperti yang dialami Clar, terkait pembiayaan selama berobat di Malinau.
Untuk menuju ke Nunukan, selain membutuhkan waktu yang lebih lama, warga juga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk angkutan darat dan laut.
Tak hanya warga di Lumbis Ogong yang belum bisa menikmati fasilitas kesehatan untuk kasus‑kasus penyakit yang berat.
Martinus Baru masih ingat betul. Dia buru‑buru menelepon perwakilan maskapai penerbangan Mission Aviation Fellowship (MAF) untuk menjemput ke Bandara Yuvai Semaring, Long Bawan, Krayan, Nunukan. Saat itu, ibunya Liung Foret sedang membutuhkan pertolongan cepat, agar bisa segera mendapatkan perawatan di RSUD Tarakan.
"Waktu itu mamak saya sakit dalam. Makanya harus secepatnya dirujuk ke Tarakan," katanya.
Sekitar sejam kemudian, MAF tiba di Long Bawan. Martinus dan seorang adiknya serta ibunya tak berapa lama kemudian terbang ke Tarakan..
Tak jauh berselang, Martinus juga harus menghubungi MAF agar menjemput Orsini (40), adik sepupunya yang sedang mengalami pendarahan. Hari itu, Minggu MAF datang menjemput untuk diterbangkan ke Tarakan, tak lama setelah pihak keluarga menelepon pihak maskapai penerbangan.
Sesampainya di Tarakan sejam kemudian, Orsini langsung mendapatkan perawatan hingga cuci darah. Nyawanya pun tertolong.
"Menurut dokter puskesmas, lewat sehari saja sudah tidak bisa diselamatkan. Karena darahnya sudah masuk ke dalam perutnya. Darahnya penuh diperut. Kita panggil MAF, langsung datang. Kalau tidak, sudah tidak bisa tertolong di puskesmas," kenangnya.
Pesawat masih menjadi kebutuhan warga di Krayan untuk bisa mendapatkan fasilitas kesehatan yang lebih baik di Kota Tarakan saat pasien dalam kondisi darurat.
Pakai Pesawat
Anggota DPRD Kabupaten Nunukan Marli Kamis menyebutkan, pada kurun waktu 25 Desember hingga 4 Januari 2016, sedikitnya empat warga di Krayan dan Krayan Selatan meninggal dunia karena lambat tertolong. Ribed warga Desa Wa Laya, Kecamatan Krayan salah satunya.
Martinus yang masih kerabat dengan Ribed menceritakan, dari Wa Laya korban harus diangkut dengan mobil menuju ke Long Bawan untuk mendapatkan perawatan. Dokter merujuk agar pasien segera diterbangkan untuk mendapatkan pelayanan medis yang lebih baik. Namun, tanpa MAF, tiga hari dirawat di puskemas, Ribed mengembuskan nafas terakhir.
Korban lainnya, sebut Marli Kamis, Yusuf Langit, warga Desa Long Umung, Kecamatan Krayan. Martinus yang kebetulan sedang berada di Long Bawan menceritakan, saat itu Yusuf tiba‑tiba rebah di jalan. Diapun segera dilarikan ke puskemas di Long Bawan.
"Dirujuk ke Tarakan, masalahnya pesawat tidak ada. Tidak bisa konek pesawatnya, malamnya dibawa kembali ke Long Umung karena sudah meninggal dunia," ujarnya.
Pendeta Dolop, warga Desa Terang Baru, Kecamatan Krayan juga meninggal dunia karena tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. "Semua itu tidak tertolong karena pesawat," kata Marli.
Gath Khaleb, warga Krayan Selatan mengatakan, saat itu Timang memang sudah dalam kondisi tidak sadarkan diri. Marli mengatakan, mengingat pentingnya angkutan udara bagi warga Krayan yang membutuhkan pertolongan saat kondisi darurat, sudah saatnya Pemprov Kaltara dan Pemkab Nunukan bekerjasama mengadakan ambulans udara.
"Bagaimanapun caranya. Kalau tidak ada regulasi yang mengatur, tetapi kalau ada kesepakatan untuk menyelamatkan nyawa manusia, itu juga regulasi. Kan ada alternatif untuk masuk," ujarnya.
Dia menyebutkan, dengan kondisi jalan yang rusak, masyarakat kesulitan menjangkau sarana kesehatan di ibukota kecamatan.. Itupun, fasilitas kesehatan di ibukota kecamatan belum bisa untuk penanganan kasus‑kasus penyakit berat. (Niko Ruru)