Laporan Wartawan Tribun Jateng, Deni Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Ternyata, aksi Tolak Uang Pangkal dan Kuliah Direktorat oleh ratusan aktivis yang dikoordinir Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Negeri Semarang kemarin Senin (4/6/2018) berlanjut hingga petang hari.
Mereka, bahkan menginap di depan kompleks Gedung H Rektorat Unnes Kampus Sekaran Gunungpati Kota Semarang.
Adapun dari data yang diperoleh Tribunjateng.com, Selasa (4/6/2018), ada sekitar 30 aktivis yang terjaga di depan gedung tersebut.
“Pada Senin (4/6/2018) petang, kami laksanakan juga aksi Seruan Sholawati Rektorat dan Panggung Bebas. Kami isi melalui pentas seni, sholawatan, doa bersama."
"Tak sekadar berbuka bersama, kami juga laksanakan sahur bersama,” tandas Julio Belnanda Harianja.
Kepada Tribunjateng.com, Selasa (5/6/2018), mantan Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM KM 2016 itu mengutarakan, pilihan spontanitas yang dilakukan tersebut dikarenakan aksi mereka tidak peroleh tanggapan dari Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman.
“Dari pagi hingga sore hari, Rektor tidak menemui kami. Karena itu kami lanjutkan. Itu semua kami lakukan karena Rektor Unnes dalam membuat kebijakan tidak tepat."
"Karena masih memberlakukan penarikan uang pangkal atau istilah sebelumnya adalah sumbangan pengembangan institusi (SPI),” tandasnya.
Secara tidak langsung, lanjutnya, aksi pada Senin (4/6/2018) petang hingga Selasa (5/6/2018) pagi terseut digelar sebagai bentuk kekecewaan karena tidak ada niatan birokrat untuk menemui massa aksi.
“Yang makin membuat kami kecewa, ternyata mereka, para pemimpin Unnes, memilih berada di Masjid Ulul Albab Unnes daripada menemui kami."
"Bahkan sempat ada pernyataan jika kami disuruh menyusul ke sana --Masjid Ulul Albab-- saat itu,” tukasnya.
Apabila itu dituruti, tuturnya, adalah kekeliruan besar dan itu tentu bagian upaya blunder yang hendak dipancing pihak Rektorat Unnes.
Sebab, bagaimanapun tempat ibadah bukanlah ruang yang tepat untuk melaksanakan aksi (demonstrasi).
“Simpulan kami, bahkan hingga detik ini, tidak ada sedikitpun pihak Rektorat Unnes berniat baik dalam memenuhi tuntutan kawan-kawan."
"Bahkan, tadi pagi, sempat ada insiden di saat kami laksanakan aksi diam di depan Gedung Rektorat. Dimana kami diusir paksa atas perintah Rektor Unnes,” bebernya.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, mereka menggelar aksi serta berorasi itu berkaitan penarikan uang pangkal.
Sebagai bentuk aksi solidaritas terhadap nasib para mahasiswa baru (maba) yang masuk melalui jalur Seleksi Mandiri Unnes dalam Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) 2018.
“Aksi kami laksanakan karena ternyata di kampus ini masih ada sistem uang pangkal, yang dibebankan kepada maba melalui jalur Seleksi Mandiri Unnes 2018 ini. Sebenarnya ini bukan barang baru lagi,” kata Menteri Sosial dan Politik (Sospol) BEM KM Unnes Bintang Indrawansa Susanto.
Bintang mengutarakan, pada 2016 silam sempat muncul istilah lain dari uang pangkal yakni sumbangan pengembangan institusi (SPI). Tetapi kemudian ternyata kini muncul kembali istilah uang pangkal.
“Bahkan ini ada kesan diskriminasi dengan jalur-jalur SPBM lainnya seperti SNMPTN maupun SBMPTN."
"Jadi, selain ada beban Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus dibayarkan di tiap semester, maba melalui jalur Seleksi Mandiri Unnes juga dibebankan uang pangkal,” tandasnya.
Apabila melihat perjalanannya, tuturnya, penarikan uang pangkal ini sudah mengalami perubahan sebanyak tiga kali.
Awalnya ditarik sesuai program studi (prodi). Besarannya mulai dari Rp 25 juta hingga Rp 40 juta per maba.
Terpisah, Kepala UPT Humas Unnes Hendi Pratama menyesalkan aksi yang digelar ratusan mahasiswa tersebut.
Padahal, sebelumnya pula mereka pernah mengajak dialog. Tepatnya pada 23 Mei 2018 atas keberatan berkaitan kebijakan Unnes tersebut.
“Dari dialog tersebut, kemudian pimpinan universitas mengeluarkan kebijakan baru untuk penarikan uang pangkal kepada maba melalu jalur Seleksi Mandiri ke dalam 5 golongan. Dimana mereka memilih sendiri sesuai kemampuannya,” tandas Hendi.
Bahkan, lanjutnya, apabila yang bersangkutan masih merasa berkeberatan atau tidak mampu, dapat mengajukan dispensasi besaran uang pangkal tersebut kepada pimpinan Unnes. Bahkan bisa pula Rp 0.
“Dan kami pastikan, dalam penarikan uang pangkal tersebut sudah ada aturan jelas serta sesuai regulasi. Sudah ada di Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) RI Nomor 39 Tahun 2017,” terangnya.
Menurutnya, dalam peraturan menteri itu, pihak universitas diizinkan memberlakukan sistem penarikan uang pangkal untuk jalur mandiri paling banyak sebesar 30 persen. (*)