Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto menilai menangnya tersangka dugaan kasus korupsi Syahri Mulyo menjadi Bupati Tulungagung menjadi catatan penting untuk Pileg 2019.
Kondisi ini kata dia, semakin menyakinkan untuk adanya peraturan yang melarang calon baik legislatif atau eksekutif yang pernah menjadi narapidana korupsi.
Baca: Irak Balas ISIS dengan Mengeksekusi Mati 12 Pejuangnya
"Masyarakat harus dihidangkan calon yang terbaik agar terpilih yang terbaik dari yang terbaik," jelas Ketua PP Pemuda Muhammadiyah kepada Tribunnews.com, Jumat (29/6/2018).
Rekapitulasi penghitungan suara hasil formulir C1 Pilkada Tulungagung, Jawa Timur, telah selesai 100 persen, Kamis (28/6/2018). Mantan Bupati Syahri Mulyo yang berstatus tersangka korupsi oleh KPK itu memenangi pilkada.
Virgo pun mencatat sejak awal sinyal adanya calon kepala daerah yang akan menjadi tersangka kasus korupsi atau telah dinyatakan tersangka oleh KPK tidak menjadi perhatian serius bagi partai politik.
Ke depan, imbuhnya, pendidikan kepada masyarakat dalam memberikan kesadaran dan pemahaman untuk mengukur kandidat untuk dipilih termasuk mengenai keterlibatan kandidat dalam kasus korupsi.
"Karena informasi yang tidak didapatkan oleh masyarakat juga mempengaruhi dalam memilih," jelasnya.
Untuk itu pula menurut Virgo, baiknya Kementerian dalam Negeri (Kemendagri) tidak melantik Syahri Mulyo menjadi Bupati Tulungagung.
Hal ini tidak lain menurut Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, untuk memastikan berjalannya pemerintahan yang baik dan bersih.
"KPK, KPU dan Kemendagri seharusnya satu komitmen dalam memastikan berjalannya pemerintahan yang baik dan bersih. Kandidat terpilih yang terjerat kasus korupsi tidak dilantik dan dapat digantikan oleh pasangannya," ujar Direktur Madrasah Anti Korupsi Pemuda Muhammadiyah ini.
Untuk diketahui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan, Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU) yang mengatur larangan eks koruptor maju di pileg 2019 tidak akan berlaku jika tidak diundangkan.
"Tidak bisa (berlaku), batal demi hukum," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/6/2018).
Yasonna mengatakan, ketentuan ini sudah jelas diatur dalam pasal Pasal 87 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam pasal itu disebutkan, peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan.
"KPU suruh baca, itu dipelajari di tingkat pertama di fakultas hukum," kata Yasonna.
Yasonna menambahkan, saat ini pihaknya masih kukuh enggan mengundangkan PKPU tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu serta putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Baca: Sudirman Said Belum Mau Laporkan Penodongan Tim Suksesnya Jelang Pemungutan Suara
Yasonna memastikan, Kemenkumham bersedia mengundangkan PKPU tersebut apabila aturan mengenai larangan eks koruptor menjadi caleg sudah dihilangkan.
"Kita tunggu itikad baik oleh KPU, masih ada waktu," kata dia.