Laporan Calon Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA- Perilaku membuang sampah di sungai rupanya masih banyak terjadi di Kota Yogyakarta.
Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dinas Lingkungan Hidup, Pieter Lawoasal mengatakan sampah yang dibuang di sungai justru meningkat.
Dinas Lingkungan Hidup memiliki 40 petugas teknis yang membersihkan sampah sungai.
Petugas tersebut dibagi di empat sungai besar di Kota Yogyakarta, yaitu Sungai Code, Sungai Manunggal, Sungai Gajah Wong dan Sungai Winongo.
"Kita punya namanya ulu-ulu, kita bagi di empat sungai besar, jadi masing-masing 10. Dulu sekitar 12 karung saja, sekarang bisa mencapai 30 karung per hari dari empat sungai itu," kata Pieter saat ditemui Tribunjogja.com, Senin (30/7/2018).
Ia mengungkapkan sampah yang paling dominan adalah diapers, bahkan kasur pun dibuang di sungai.
Dari empat sungai besar itu, Sungai Code menjadi yang paling menyumbang sampah terbesar.
"Jadi ada yang buang kasur masih bagus-bagus itu, kemudian ditelusuri, tenyata ada yang meninggal. Jadi bekasnya itu kemudian dibuang. Sungai kan ada tiang-tiangnya, kalau nyangkut kan bisa menyumbat jadinya," ungkapnya.
Tidak hanya sekedar membersihkan sungai, ulu-ulu juga diminta untuk selalu memberi edukasi kepada masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah di sungai.
Kepala Seksi Penataan dan Pemantauan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup mengatakan empat sungai besar di Kota Yogyakarta sudah mengalami pencemaran.
Mengacu pada Pergub No 20 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan dan Pengendalian Pencemaran Air ada 17 parameter yang digunakan.
"Kalau kabar baiknya, angka Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut masih di atas. Artinya ya masih bagus. Tetapi Biological Oxygen Demand (BOD) jelek. BOD itu untuk mengukur proses biologis khususnya mikroorganisme di dalam air," kata Galih.
Dari keempat sungai tersebut menurut data semua tercemar, hal itu disebabkan oleh sampah yang dibuang ke sungai.
Meski demikian belum ada laporan ekosistem yang terganggu.
"Polanya dari keempat sungai itu sama sih. Semua tercemar, tidak disarankan untuk dikonsumsi, buat mandi atau nyuci mending juga tidak. Karena memang tercemar," lanjutnya.
Butuh Polisi Sungai
Untuk mengurangi kebiasaan masyarakat membuang sampah di sungai, Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dinas Lingkungan Hidup, Pieter Lawoasal mengatakan diperlukan polisi sungai.
"Kayaknya perlu itu polisi sungai, supaya bisa mengawasi masyarakat biar tidak buang sampah di sungai. Mungkin kalau ada polisi sungai masyarakat jadi enggan buang sampah di sungai," katanya.
Melalui ulu-ulu, DLH sudah melakukan pembersihan sungai setiap hari.
Meski demikian sampah yang ada di sungai masih tetap banyak.
Pegiat Garuk Sampah, Bekti Maulana mengatakan kebiasaan membuang sampah memang terlihat sepele, namun memiliki dampak yang besar.
"Perilaku membuang sampah sembarangan itu seperti penyakit atau virus, jadi harus segera diobati atau dibasmi. Buang sampah sembarangan, apalagi di sungai kan tidak boleh, ada aturannya," kata Bekti.
Menurutnya harus ada sinergitas antara pemangku kebijakan dengan masyarakat.
Komunikasi dengan masyarakat harus selalu ada.
Peraturan Daerah yang mengatur pun harus benar-benar ditegakkan. (*)