TRIBUNNEWS.COM - Kisah pernikahan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan kembali menghebohkan publik.
Hal itu berawal dari tersebarnya foto-foto prosesi lamaran antara wanita cantik dan seorang pria yang sudah tampak uzur .
Banyak netizen membagikannya ke grup-grup Facebook.
Selain usia terpaut jauh, pernikahan ini juga bikin mendadak viral karena wanita tersebut dilamar sang pria dengan panaik yang jumlahnya cukup fantastis.
Panaik tersebut berupa, uang Rp 200 juta, emas 100 gram, 1 unit mobil Honda CRV, dan 1 unit rumah.
Honda CRV ()
Dalam foto yang dibagikan netizen, tampak warga antusias berfoto dengan mobil yang diberikan mempelai pria untuk mempelai wanita.
Jarak usia 30 Tahun
Dikutip dari Tribunbone.com, ternyata mempelai wanita bernama A Sulpaidah atau A Elha berusia 36 tahun. Sedangkan calon suaminya bernama M Alwi Dg Makkelo telah berusia 66 tahun.
Kakek Alwi disebutkan sebagai pengusaha properti dan pemilik PT Harfana Halim Indah yang berdiri sejak 1985.
A Sulpaidah tercatat sebagai warga Bulu Dua, Desa Tanete Harapan, Kecamatan Cina, Kabupaten Bone.
Sementara laki-laki yang usianya terpaut usia 30 tahun dari A Elha adalah warga Kelurahan Macanang, Kecamatan Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone.
Kakek Alwi kelahiran 01-01- 1952 sedangkan A Sulpaidah SHi kelahiran 10 Oktober 1982.
Sudah kenal 7 tahun
Saat ditemui Tribunbone.com di Kantor Kepala Desa Tanete Harapan, Kecamatan Cina, A Sulpaidah (A Elha) menceritakan perkenalannya dengan sang suami, M Alwi Dg Makkello.
A Elha mengatakan, dirinya sudah lama kenal dengan sang kakek.
Mereka sudah mengenal satu sama lain selama 7 tahun.
"Dia bos saya sendiri, kenal sudah 7 tahun," kata A Elha.
Ia mengatakan, Alwi merupakan pemilik Perusahaan PT Harfana Halim Indah yang berdiri sejak tahun 1985.
Perusahaan di bawah bendera PT Harfana Halim Indah tersebar sejumlah provinsi seperti Sulawesi Selatan Sulawei tenggara, dan Sulawesi Tengara.
Sementara A Sulpaidah adalah karyawan atau pegawai Alwi yang bekerja di pemasaran perumahan PT Harfana Halim Indah.
amun A Elha tak mau berkomentar banyak terkait rencana pernikahannya.
"Tidak mau saya, sudah mi, banyak mi di facebook sudah beredar," ujarnya.
Panaik Rp 1 Miliar
Sementara, Kepala Desa Tanete Harapan, Andi Paelori (51) membenarkan adanya rencana pernikahan antara A Sulpaidah dengan M Alwi Dg Makkello.
Andi menyebutkan, serah terima uang panaik dan mahar dari keluarga mempelai pria ke pihak wanita telah berlangsung di kediaman wanita, di Desa Tanete Harapan, pada Rabu (8/8/2018) kemarin.
Sebagai kepala desa, A Paelori yang hadir langsung ke acara tersebut mengungkapkan, bahwa harta yang diserahkan si pria ke A Sulpaidah sekitar Rp 1 Miliar.
"Saya hadir langsung kemarin, kalau dihitung-hitung semua sekitar Rp 1 Miliar," kata A Paelori di Kantor Desa Tanete Harapan yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Watampone, Kamis (9/8/2018) siang.
"Ada uang Rp 200 juta, mobil Honda CRV, 1 stel mas, dan 1 unit rumah diserahkan lengkap dengan surat-suratnya atas nama mempelai wanita," lanjutnya.
Surat-surat mobil, emas, dan rumah
Apa itu panaik?
Uang panaik adalah sebutan salah satu bagian dari proses pelamaran gadis Bugis-Makassar.
Uang panaik berupa uang yang harus disiapkan oleh calon suami untuk dipersembahkan kepada gadis yang akan dilamarnya.
Uang panaik harus ada
Ini adalah tradisi yang sudah turun temurun.
Sebagai simbol keseriusan seorang lelaki untuk meminang sang wanita idaman.
Uang panaik ini juga biasa disebut sebagai uang pesta.
Mengajarkan para pemuda suku Bugis-Makassar untuk mapan terlebih dahulu baru berani untuk mengajak menikah anak gadis orang lain.
Besarnya uang panaik
Dikutip dari berbagai sumber, untuk jaman sekarang besarnya uang panai untuk status sosial menengah kebawah sebesar Rp 15 juta hingga Rp 50 juta.
Sedangkan untuk yang memiliki status sosial tinggi misalnya dia seorang bangsawan, orang kaya dan anak gadisnya memiliki pekerjaan yang mapan bisa mencapai Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta. Bahkan bisa mencapai miliaran.
Ditentukan pendekatan
Jumlah uang panaik juga sangat ditentukan dengan pendekatan sang pemuda pada keluarga perempuan.
Hal itu adanya penilaian keluarga perempuan terhadap pemuda dan kemampuan negosiasi (pembicara).
Jumlah uang pesta yang besarnya antara pantas dan tidak pantas (de na sitinaja) dan tidak wajar jika dibandingkan dengan harga rata- rata yang ada dengan status sosial, pendidikan, dan pekerjaan si perempuan.
Jika pihak keluarga laki-laki telah menyetujui, maka dibicarakanlah waktu untuk “mappenre dui”( mengantarkan uang pesta) sekaligus ” mappetu ada” (menentukan hari).
Jika pihak laki–laki tidak menyanggupi uang pesta yang diminta, maka bisa meminta waktu dan melakukan negosiasi di belakang layar dan kemudian mengulangi proses lamaran. (*)